Jumat, 25 November 2022

Tahun depan berat.

by Erizeli Jeli Bandaro Bank Dunia minta semua negara di dunia bersiap siap menghadapi resesi global tahun depan. Apa pasal? Pertama, suku bunga sebagai solusi memerangi inflasi tetap jadi andalan. Kedua, krisis pangan dan energi, yang mengganggu rantai pasokan global. Kedua hal itu saling mendukung. Menurut laporan bank Dunia. Tiga ekonomi terbesar dunia-Amerika Serikat, China, dan kawasan Eropa- telah melambat tajam. Itu indikasi yang kuat dan bukan sekedar menakut nakuti. Anda tahu bahwa AS dan Eropa adalah market terbesar di dunia. Kalau pertumbuhan ekonomi AS dan Eropa negatif maka barang yang dihasilkan pabrik akan kekurangan pasar. Anda tahu bahwa China adalah supply chain global terbesar dunia. Bayangkan apabila pasar menyusut, akan terjadi kelebihan kapasitas dimana mana. Ini akan memukul industri dan manufaktur China. Tentu akan berdampak berkurangnya permintaan akan bahan baku, termasuk energi. Perlambatan Ekonomi AS dan Eropa disatu sisi dan China di sisi lainnya, akan berdampak luas bagi negara ketiga yang masih bertumpu kepada komoditas tradisional. Harga komoditasi tradisional yang bersumber dari SDA akan jatuh. Karena ongkos jasa meningkat tajam akibat inflasi dan suku bunga. Jadi INdonesia yang tadinya berbangga surplus neraca perdagangannya karena kenaikan harga komoditas. Lambat namun pasti itu neraca perdagangan akan defisit. Kalau Neraca dagang defisit akan cepat sekali berlanjut kepada deficit account, dan tentu termasuk defisit keseimbangan primer. Maklum negara kita masih bertumpu kekuatan ekonominya dari hutang. Keseimbangan primer yang negatif, akan mencancam default surat utang. Karena pendapatan dikurangi dengan pengeluaran ( tidak termasuk bunga dan cicilan ) udah negatif. Mau bayar pakai apa? mau hutang lagi ? sudah pasti suku bunga tinggi. Premium CDS akan meningkat tajam. Fundamental ekonomi kita pasti berderak. Purchasing power akan turun. Dunia dagang akan menyusut. Sektor industri akan terpukul, akibat cash in yang seret. Ending nya akan berdampak pula kepada sektor perbankan. Kisah NPL yang berujung sistemik tak bisa dihindari. Gelombang PHK akan jadi berita derita tanpa jeda. Orang miskin akan semakin miskin. Solusinya hanya satu. Yaitu berhentilah korupsi. Tapi mau gimana ? Ongkos politik untuk menang itu mahal sekali. Menurut KPK, yang membuat orang menang di Pilgub dan Pilkada., 80% lebih disebabkan dukungan cukong. Apalagi Pilpres. Kalau ongkos demokrasi itu mahal dan sudah korup sejak Pemilu, maka jangan harap sistem kita lepas dari korupsi. Jangan harap Kepala Daerah atau Presiden, atau anggota DPR bisa amanah kepada rakyat. Yang pasti mereka amanah kepada cukong. Dah gitu aja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar