Jumat, 25 November 2022

Pencucian uang

About Business Semua tentang Bisnis. by Erizeli Jeli Bandaro PPATK mencatat ada transaksi mencurigakan di Bank dalam negeri yang berjumlah triliunan rupiah. Pemasukan uang ke bank dalam negeri dilakukan secara digital maupun secara tunai. Sebenarnya kejadian ini sudah berlangsung sejak tahun 2016, sejak berlakunya Automatic of transference antar negara. Sebelum membahas dampak negatif terhadap temuan PPATK ini, saya akan menguraikan secara sederhana mekanisme pengiriman uang. Pengiriman uang antar rekening melintasi batas ada dua. Pertama melalui antar bank dan Kedua, jangan cara ditenteng ( Cross Border Cash Carrying ). Saya akan jelaskan kedua hal tersebut secara sederhana. Pertama. Melalui antar bank. Cara ini lazimnya dilakukan dengan dua mekanisme. Pertama, secara digital atau pengiriman uang secara elektronik ( Electronic fund tranfer-EFT ) atau wire transfer/SWIFT dan pengiriman lewat clearing house (ACH). Walau keduanya melalui bank tapi modelnya berbeda sesuai kebutuhan. Mari saya jelaskan dua hal tersebut. EFT umumnya pengiriman uang antar bank, bisa secara billateral settlement ( aplikasi transfer antar bank berdasarkan perjanjian). Misal DPI ( digital payment innovation) DTC/digital cash transfer, IP2IP/S2S. Atau bisa juga melalui agent provider seperti , Global payment cash management atau Application payment interface/API. Untuk bisa melakukan pengiriman uang via EFT ini anda harus qualified sebagai nasabah. Punya document pendukung yang satisfied dan properly. Tanpa itu, tidak bisa melakukan pengiriman uang. Udah pasti tidak ada bank atau provider yang mau memberikan jasa pengiriman uang kepada anda. ACH. Pengiriman uang yang bersifat umum dan dilakukan berulang ulang seperti bayar tagihan, pengiriman antar perusahaan afialiasi, bayar utang. Itu biasanya dilakukan dengan datang ke counter bank atau bisa juga dilakukan melalui internet bank ( ebanking). Tidak perlu underlying atau dokument pendukung untuk pengiriman uang via ACH ini. Namun jumlahnya dibatasi. Tida bisa seenaknya. Untuk personal, transaksi Cross border atau antar negara maksimum USD 2000-4000. Dalam negeri maksimum via ebanking Rp. 10 miliar perhari. Kedua, Cross Border Cash Carrying ( CBCC). Nah cara ini anda ambil uang tunai di satu bank kemudian bawa pergi ke bank lain untuk disetor. Pada sistem ini tidak ada aturan soal limit. Namun pejabat bank yang menerima setoran uang diberi hak diskrisi untuk menolak atau menerima. Itu dasarnya pada kecurigaan. Kalau anda orang diragukan, jelas ditolak oleh pejabat bank. Tapi kalau anda sudah dikenal baik pejabat bank, tentu tidak ada masalah. Biasanya untuk setoran dalam jumlah besar, pejabat bank yang ada di front office membuat laporan ke PPATK lewat aplikasi. Sebenarnya, kalau transaksi dilakukan dengan niat baik dan apa adanya dan uang nya bersih dari kejahatan kriminal, tidak ada masalah. Semua fasilitas pengiriman uang itu ditujukan untuk memudahkan dan mempercepat transaksi. Yang jadi masalah adalah apabila transaksi dilakukan untuk menyembunyikan asal usul uang dan menghindari transaksi yang mencurigakan. Mau tidak mau, aturan mekanisme pengiriman uang itu diakali. Sampai disini paham ya. Nah bagaimana potensi pencucian uang dilakukan dalam dua cara itu ? Cara EFT, dengan mengakali underlying transaction, yaitu melalui dokumen transaksi fiktif. Biasanya lewat notaris. Jual beli aset/ perusahaan. Atau lewat Perusahaan sekuritas melakukan kontrak pengelolaan dana (KPD). Walau notaris dan Sekuritas punya standar Due diligent tapi longgar. Maklum mereka kerja berdasarkan fee. Cara ACH, dengan cara interface dengan Global Payment cash management untuk transaksi yang berulang ulang. MIsal pengiriman melalui perusahaan international trading, antar afiliiasi. Tentu cari transaksi yang tidak kena pajak. Cara CBCC yang tradisional antar negara adalah menarik uang tunai di luar negeri misal singapore. Uang itu ditenteng melintasi perbatasan masuk ke dalam negeri. Kemudian disetor kepada perusahaan atau personal yang punya ebanking atau nasabah prioritas yang punya virtual account. Walau ada limit tapi kalau dilakukan itu berkali kali ya besar juga jumlahnya. Kemudian itu dipindahkan ke rekening tujuan akhir via ACH. Bahaya pencucian uang. Sumber kejahatan karena alasan uang. Bisa apa saja. Bisa karena korupsi, uang komisi haram, transaksi ilegal tindak kriminal seperti human trafficking, drugs, ilegal mining. Apa jadinya kalau uang dalam jumlah besar itu tidak tercatat dalam sistem moneter? uang itu jelas tidak ada manfaatnya untuk pembangunan. Tidak akan memberikan kontribusi pajak. Dan lebih bahaya lagi kalau pemilik uang haram itu mencuci uangnya untuk tujuan politik. Bisa bayangkan apa yang terjadi. Rusak sistem demokrasi dan pembangunan peradaban tidak akan tercapai secara ideal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar