Jumat, 18 November 2022

Perang Asimetri

 

By  Erizeli Jeli Bandaro

Perang asimetri ( Asymmetric warfare )


Buku ini ditulis dengan pendekatan studi kasus sejarah secara keseluruhan, dikombinasikan dengan sejumlah besar penelitian dan referensi akademis yang lumayan lengkap. Sepanjang membaca buku ini kita hanya disodorkan fakta dan kasus peperangan asimetris tanpa ada solusi. Mungkin karena perang asimetris bukan hal yang sederhana. Sangat rumit. Tiap medan dan wilayah berpeda penerapannya dan tidak bisa di copy paste untuk daerah lain. Di sini saya lihat Barnett , sang penulis berusaha jujur.


Di suriah adalah contoh sederhana perang asimetris. Sebenarnya bukan soal agama atau sunni dan syiah.Tetapi soal kepentingan geopolitik Rusia dan AS bersama sekutunya. Kekuatan Suriah adalah demokrasi. Kelemahan Suriah adalah demokrasi juga. Apa itu ? polarisasi di tengah masyarakat secara yang cultur atas perbedaan Mahzab Sunni dan Syiah. Ketika Syiah menang dalam pemilu. Itu tembakan peluru pertama bahwa tanda perang dimulai.


Dari perang saudara ini, tentu tujuan perang Asimentri bisa tercapai. Apa itu ? melemahkan Suriah dan akhirnya mudah dikendalikan. Tetapi nyatanya begitu mudah meledakan perang. Namun perang tidak dimenangkan. Justru Bashar semakin kuat dan semakin punya posisi tawar dihadapan Rusia sekutunya. Apa penyebabnya ? karena kekuatan politik formal Suriah sangat solid berhadapan dengan oposisi. Dukungan asing kepada oposisi jadi useless.


Penangkalan dan penangkapan disatu sisi dan disisi lain adalah penangkalan dan pencegahan. Metode ini selalu digunakan oleh creator perang asimetris. Dengan cara, meniupkana rasa kawatir terhadap golongan lain dan ancaman yang akan terjadi. Di harapkan antar golongan terperangkap kepada motode itu. Penguasa terpaksa menangkal segala kritik lewat penangkapan atau kebijakan yang membonsai golongan oposisi. Biasanya cara ini akan dihadapi oleh oposisi dengan penangkalan dan pencegahan lewat narasi berjuang untuk keadilan dan kehormatan agama atau idiologi. Tujuannya mencegah penguasa terus berkuasa. Dari sinilah perang asimetri dimulai.


Pencapresan Anies oleh Nasdem, walau dengan narasi perubahan dan pembaharuan namun itu dijalankan dengan strategi perang asimentris. Strategi dasarnya adalah menarik golongan agama masuk dalam barisan. Dan itu caranya sederhana. Menciptakan dorongan politik bagi golongan pro pemerintah untuk mengkawatirkan politik identitas. Kapan perang asimetris dimulai? cukup sekali aja masalah agama disinggung dan direndahkan seperti kasus Ahok, maka perang asimetris dimulai. Dan selalu pada akhirnya golongan mayoritas yang menang.


Dengan memahami sejarah asimetris dan metode yang diterapkan. Adalah sangat bodoh terpancing menjatuhkan Anies dengan framing politik identitas. Itu justru memberi jalan mudah bagi Anies untuk terus mendaki piramid politik nasional, dan akhirnya dia bisa menang lewat sistem demokrasi seperti kasus Pilgub DKI. Solusinya apa ? jauhi framing politik identitas terhadap Anies. Biarian aja dia menari. Tanpa gendang, lama lama juga sepi penonton. Dah gitu aja.


Maaf kalau resensi buku Asymmetric Warfare, terkesan sotoy. Maklumi saja saya pedagang sempak, rakyat jelantah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar