Senin, 30 November 2015

Pilihan Karir : Menjadi Freelancer atau Pekerja Tetap Kantoran?

Set 1





  By Yodhia Antariksa
Jumat lalu saya diundang untuk acara live talkshow di NET TV. Tema yang saya diskusikan dalam acara itu adalah tentang Pilihan Karir : Antara Menjadi Freelancer atau Pekerja Tetap Kantoran.
Tema tentang dunia freelancing menarik sebab kini mulai ada tren ledakan freelancers sejalan dengan internet revolution dan digital explosion.
Namun yang menarik dari acara live talkshow itu bukan hanya tema dan pembicaranya, namun juga karena presenternya yang ayu dan bening-bening.
Mari kita ulik lebih jauh tentang
presenternya yang bening masa depan dunia karir dan freelancing.
Menjadi freelancers mungkin kini pilihan yang menarik. Alasannya simpel : menjadi freelancer membuat Anda bisa mendapatkan waktu kerja yang lebih fleksibel (tidak harus tiap hari berangkat jam 6 pagi, pulang jam 6 petang. Plus pinggang pegal, penghasilan pas-pasan.).
Menjadi freelancer juga bisa membuat Anda bekerja dari rumah – sebuah elemen penting saat kini kemacetan di jalanan makin ruwet dan acap bikin stress.
Dan surprisingly, sejumlah freelancers menyebut mereka menjadi lebih kreatif – karena mungkin mereka tidak lagi harus berhadapan dengan birokrasi kantor yang kadang melelahkan, dan office politics yang acap mengganggu energi kreativitas.
Namun menjadi freelancers yang sukses bukan hal yang mudah. Tidak ada jalan pintas menuju Roma.
Kunci keberhasilan utama ya tentu karena skills Anda. Kekuatan dan kompetensi Anda sebagai freelancer. Entah sebagai freelance trainer, web designer, arsitektur, freelance konsultan pajak/akuntansi, freelance penulis artikel blog, desainer kaos, pakar SEO, fotografer pernikahan, ahli riset pemasaran, hingga freelance konsultan manajemen atau freelance mentor bimbel pelajar.
Saat talkshow, saya ditanya oleh salah satu presenternya, mbak Zivanna Letisha (mantan Putri Indonesia) – apakah menjadi freelancer harus punya skills level master dulu?
Saat ditanya seperti itu, ada dua hal yang langsung mengisi sel otak saya : 1) jawaban apa yang harus saya berikan dan 2) ini yang lebih penting : cara agar saya tidak grogi bertatapan dengan mata bening dari gadis mantan Putri Indonesia :) :)
Saya bilang, tidak harus. Anda tidak harus menjadi master, dan baru kemudian menjadi freelacer. Skills Anda dalam bidang yang Anda jual mungkin cukup level 7 atau 8 (tidak harus level 9 atau 10) – dan Anda sudah bisa menjual keahlian Anda ke pasar.
Yang lebih penting : skills Anda sudah cukup untuk “solve the problem” yang dihadapi klien. Dan kadang, problem ini bisa diselesaikan dengan skills level 7 saja, tidak harus level master.
Elemen berikutnya yang mungkin juga penting – dan bahkan lebih penting, untuk menjadi freelancer yang sukses adalah ini : kemampuan Anda “menjual diri”. Maksudnya menmpromosikan dan menjual jasa keahlian Anda sebagai freelancer.
Kabar baiknya, kini ada banyak marketplace dimana Anda bisa promote dan menjual jasa keahlianmu. Untuk kelas lokal, ada marketplace bernamasribulancer.com. Untuk skala global, ada freelancer.com – sebuah marketplace freelancer terbesar di dunia.
Pengalaman saya, untuk pasar lokal tampaknya lebih mudah menjual jasa Anda sebagai freelance melalui blog yang dan Facebook. Blog dan laman Facebook bisa menjadi media promosi yang ampuh untuk memasarkan jasa freelancer Anda – entah sebagai konsultan manajemen atau juga freelance makelar tanah.
Isilah blog Anda dengan hal-hal spesifik yang berkaitan dengan skills yang ingin Anda jual. Pelan-pelan, Anda bisa membangun personal branding dan bisa sukses menjual jasa freelance Anda.
Untuk pasar global, barangkali lebih mudah memasarkan jasa freelance melalui marketplace seperti freelancer.com tadi.
Dalam acara talkshow itu saya berbicara bersama Wili Halim – Direktur Bisnis dan Pertumbuhan Freelance.com yang berkantor pusat di Sydney. Dia adalah anak muda Indonesia asli Medan dan baru berusia 28 tahun. Amazing, dia sudah menjadi direktur kunci di freelance.com – sebuah perusahaan start up marketplace freelance terbesar di dunia.
Wili bilang, pertumbuhan jumlah freelancer dari Indonesia yang tergabung ke freelance.com adalah yang terbesar kelima di dunia (amazing). Ia juga bilang, sudah banyak freelancer dari Indonesia yang sukses mendapatkan order dari pasar global – dan mendapatkan ribuan dollar per bulannya.
Makanya dalam live talkshow tersebut, saya bilang : diam-diam mungkin ada ribuan freelancer tanah air yang mendominasi pasar global untuk berbagai bidang keahlian (lebih khususnya dalam bidang web design, SEO services dan logo design).
Saya sendiri beberapa kali memasang order untuk menghire freelancer di marketplace global seperti freelancer.com. Dan hampir selalu, saya menemukan anak Indonesia yang muncul mempromosikan jasanya.
Dalam artikel lain, saya juga sudah pernah menulis kiprah freelancer lokal yang sukses mendapatkan klien internasional karena memanfaatkan marketplace seperti freelancer.com.
Sosok freelancer lokal yang hanya lulusan STM itu ahli dalam bidang product design yang sukses meraup dollar karena kebanjiran order dari klien global.Kisah menggetarkan tentang freelancer STM yang goes global ini bisa Anda baca DISINI.
(Kalau lulusan STM saja bisa menjadi freelancer sukses di pasar global, yang lulusan S1 pada kemana yak?)
Begitulah, dua elemen kunci untuk menjadi freelancer yang sukses : 1) memiliki skills yang cukup bagus dalam bidang yang ingin Anda jual dan 2) ketekunan dan kreativitas untuk mempromosikan jasa keahlian Anda. Bisa melalui blog, facebook atau marketplace freelancer yanga ada.
Demikianlah, beberapa pokok pikiran yang saya sampaikan dalam acara Live Talkshow di NET TV tentang pilihan karir menjadi freelancer.
Link youtube untuk acara ini sayangnya tidak tersedia. Padahal acaranya seru karena ya itu tadi : presenternya bening dan narasumber tamunya adalah blogger legendaris :)
Beberapa foto dari acara itu saya tampilkan dibawah ini.
Sekali lagi, jika Anda ingin mendapatkan kebebasan waktu, bisa bekerja dari mana saja (termasuk dari teras di belakang rumah) – plus potensi income yang menjanjikan; mungkin menjadi fulltime freelancer adalah pilihan karir yang layak dipertimbangkan.
You create your own destiny. You write your own storyline.
Set 2
Set 4











































NOTE : 
Mau update artikel2mencerahkan seperti diatas langsung melalui smartphone Anda? Langsung saja invite PIN BBM saya : 583 4191 B. Bagi yg invite, akan saya berikan BONUS tiga ebook bagus tentang mindset, kebebasan finansial dan cara meraih karir impian. 

Kopipagi 30 November 2015 : Pasar Menanti Beberapa Sentimen Global


Indeks Dow Jones ditutup di level 17,798.49 melemah 14.90 poin (-0.08%)

IHSG ditutup di level 4,560.56 melemah 36.50 poin (-0.79%), kembali menguji area suport 4555.

Pergerakan pasar pekan ini akan dipengaruhi oleh beberapa sentimen global yaitu IMF akan memasukkan Yuan sebagai mata uang perdagangan dunia.

Sentimen ini adalah sentimen positif bagi pasar jika Yuan masuk SDR, selama China tidak kembali mendevaluasi mata uangnya.

Selain itu,pasar juga akan dipengaruhi oleh sentimen negatif dipekirakan data ekonomi China masih kurang baik.

Selain itu, pasar menanti kemungkinan besar kenaikan FFR pada pertengahan Desember 2015 menyusul membaiknya data ekonomi Amerika.

Beberapa saham turun di bawah level suport, batasi risiko dan waspadai / hindari untuk jangka pendek.

AALI turun di bawah level suport 18500, batasi risiko. ADHI batasi risiko jika bergerak di bawah 2200

CTRA breakdown dari MA 200 daily, batasi risiko, hindari dulu untuk trading.PTPP breakdown dari 3775, batasi risiko.

Selain itu, ada beberapa saham yang sudah menguat dan mulai waspada profit taking, seperti ACES, CPIN, MAIN, MAPI,BMRI, KAEF.

Pagi ini saya melihat minim peluang untuk trading, sifatnya spekulatif. Wait and see dulu untuk trader, akan saya update lagi.

Trader bukan sekedar spekulator, trader adalah pedagang, pebisnis yang mengelola risiko dengan matang sebelum bertindak.

Be a professional trader. Training Trading Profits Surabaya 12-13 Des. Info ketik TPSBY_Nama_HP_Email ke 082327229009 /info@ellen-may.com

Webinar follow up Alumni Trading Profits. Yuk alumni siap2! Tanggal 4 Des. Info selengkapnya akan dikirim via milis alumni.

Semoga #kopipagi 30 Nov mencerahkan & salam profit ! Ellen May.



Salam profit,
Ellen May

WA 082327229009

Simak #Edugram dan #EdustocksGram di Instagram : @ellenmay_official
Twitter : @pakarsaham 
www.ellen-may.com
Facebook : on.fb.me/ellen_may

Mau Pindah Kuadran demi Meraih Financial Freedom?

financial-freedom res













By Yodhia Antariksa

Kini ada tren : demi mendapatkan penghasilan yang lebih besar, banyak karyawan yang pindah kuadran merintis usaha sendiri. Demi impian untuk mendapatkan financial freedom dan time flexibility.
Sayangnya, banyak yang melakukannya hanya semata karena nafsu, dan bosan dengan pekerjaannya (plus gaji yang tak seberapa).
Akibatnya : tak sedikit yang gagal, dan malahan dikejar-kejar debt collector. Tempo hari bahkan ada yang sampai jual motor demi membayar hutang karena bisnisnya gagal. Oh jadi ini yang namanya financial freedom? Financial freedom mbahmu le.
Tentu saja tidak salah jika ada banyak orang yang melakukan proses pindah kuadran. Namanya juga usaha.
Namun agar probabilitas keberhasilan proses pindah kuadran ini membesar, setidaknya ada sejumlah hal yang layak dilakoni.
Berdasar pengalaman pribadi dan observasi personal, saya melihat ada dua elemen kunci yang akan meningkatkan peluang sukses saat Anda mau pindah kuadran : dari kelas karyawan menjadi kelas juragan.
Mari kita lacak dua faktor itu, sambil menikmati secangkir teh hijau hangat di meja.
Penentu Sukses Pindah Kuadran # 1 : Berbisnis pada Area yang Sama/Dekat dengan Pengalaman Kerja. Saya melihat ada banyak kasus dimana seseorang sukses pindah kuadran, karena ia menekuni bisnis yang sama dengan saat ia bekerja sebagai karyawan/manajer.
Begitulah kita melihat, ada mantan manajer kios KFC yang kini sukses besar menjalani usaha jualan fried chicken lokal. Tempo hari ada teman yang dulunya bekerja sebagai manajer di bidang pemasaran digital (digital marketing), sukses saat ia membangun sendiri bisnis di bidang yang sama – jualan jasa konsultasi digital marketing.
Pengalaman saya sendiri seperti itu. Genap 10 tahun lalu saya resign, untuk memulai membangun usaha sendiri. Di bidang apa? Tentu, saya memilih dalam bidang usaha yang memang saya geluti selama saya menjadi karyawan – yakni di bidang konsultan manajemen SDM.
(Sebelum resign saya dulu bekerja sebagai konsultan manajemen SDM di dua perusahan yang berbeda yakni Ernst and Young dan GML Performance Consulting).
Menekuni usaha dimana kita sudah memiliki pengalaman, memberikan keuntungan berupa : tahu peta bisnisnya, paham jalur pemasarannya, dan mungkin juga jaringan supplier yang ada di dalamnya.
Penentu Sukses Pindah Kuadran # 2 : Coba Dulu, Kalau Sukses, Baru Resign dan Teruskan.
Cara kedua ini artinya, bahkan usaha yang mau dirintis itu sudah coba dijalani dulu saat Anda masih menjadi karyawan. Istilahnya menjadi “amphibi” – double kuadran. Bahasa lainnya : moonlighting atau ngobyek.
Cara ini saya kira salah satu pilihan untuk meminimalkan risiko. Di sela-sela kesibukan kerja, kita mungkin bisa mengajak partner untuk mencoba menjalani bisnis yang akan kita tekuni. Jika ada tanda-tanda sukses, kita bisa resign, lalu fokus membesarkan bisnis itu.
Jika gejalanya menunjukkan arah kegagalan, setidaknya kita masih punya penghasilan dari gaji karyawan (tidak sampai harus jual motor demi uang makan buat anak istri).
Tempo hari saya ngobrol dengan seorang kawan. Ia sudah menjadi manajer senior di sebuah perusahaan multinasional. Karirnya mapan dengan gaji yang menjulang. Namun ia bilang akhir tahun ini mau resign.
Kenapa ia akhirnya memutuskan resign? Ternyata teman saya itu selama ini sudah melakukan proses “moonlighting” – memanfaatkan hari Sabtu yang libur untuk memulai bisnisnya – yakni di bidang pelatihan untuk topik yang amat dia kuasai.
Beberapa kali ia menjual training publik di hari Sabtu, dan pesertanya selalu padat. Tiap kali itu pula, ia bisa mendapat keuntungan bersih yang amat memadai. Ia melihat market untuk jasa trainingnya lumayan besar, dan ia terbukti sudah bisa mendapatkannya. Proven business.
Maka, ia memutuskan untuk menekuni usaha di bidang training itu. Karena setelah di uji coba selama beberapa kali, ada tanda-tanda kesuksesan. Apalagi jika ia fokus total mencurahkan waktu untuk membesarkan bisnisnya itu.
DEMIKIANLAH, dua faktor kunci yang bisa membuat peluang sukses pindah kuadran menjadi lebih tinggi. Tekuni bisnis yang sama dengan pengalaman kerja kita. Lalu uji coba dulu, jika ada tanda sukses, LANJUTKAN (maksudnya, resign dan besarkan bisnisnya).

Download FREE – Buku PANDUAN : 12 Strategi Kunci untuk Meraih Financial Freedom DISINI.

NOTE : 
Mau update artikel2 mencerahkan seperti diatas langsung melalui smartphone Anda? Langsung saja invite PIN BBM saya : 583 4191 B. Bagi yg invite, akan saya berikan BONUS tiga ebook bagus tentang mindset, kebebasan finansial dan cara meraih karir impian. - See more at: http://strategimanajemen.net/2014/09/22/mau-pindah-kuadran-demi-meraih-financial-freedom/#sthash.ERHBpASf.M3zOAORT.dpuf

Sabtu, 28 November 2015

Analisis Saham Independen: Prospek IPO Kino Indonesia

By Teguh Hidayat

Sebagai salah satu perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) yang cukup terkemuka di Indonesia, IPO Kino Indonesia (KINO) mungkin menarik perhatian investor, karena kita tahu bahwa industri FMCG biasanya menawarkan kinerja jangka panjang yang stabil. Dan KINO sendiri selama ini memiliki reputasi yang bagus sebagai perusahaan inovatif yang mampu meng­-create produk-produk baru, sementara pendirinya, Harry Sanusi, juga sudah sangat dikenal sebagai pengusaha inspiratif yang sukses mendirikan dan membesarkan KINO dari nol. Anyway, kita langsung saja.


Sejarah KINO dimulai pada tahun 1991, ketika Mr. Harry, yang baru saja lulus kuliah, memperoleh kepercayaan untuk mendistribusikan produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga milik PT Sinde Budi Sentosa. Mr. Harry kemudian segera menerapkan berbagai strategi marketing seperti memasang iklan, menawarkan produk dari toko ke toko, membuka cabang distribusi dll, dan hasilnya produk Larutan Penyegar milik PT Sinde menjadi populer di masyarakat. Lima tahun kemudian, yakni pada 1996, Mr. Harry mulai berpikir untuk juga menjadi distributor bagi produk lain, namun PT Sinde menginginkan agar Mr. Harry tetap fokus untuk mendistribusikan Larutan Penyegar. Ketidak cocokan ini pada akhirnya justru menyebabkan Mr. Harry putus kontrak dengan PT Sinde.

Setelah sempat menganggur hampir setahun, pada 1997 Mr. Harry memutuskan untuk tidak lagi hanya menjadi distributor, melainkan juga membuat produknya sendiri. Dan setelah melakukan riset selama berbulan-bulan, diputuskan untuk membuat produk permen jenis soft candy dengan rasa kopi, karena 1. Permen harga jualnya murah, sehingga pasarnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat, 2. Berbeda dengan produk consumer lainnya seperti rokok, mie instan dll dimana loyalitas konsumen terhadap merk yang sudah ada sangat besar (sehingga akan sulit bagi pemain baru untuk memperkenalkan merk rokok atau mie instan yang baru), di segmen permen tidak ada loyalitas merk seperti itu, dan 3. Di Indonesia belum ada permen jenis soft candy rasa kopi, sehingga praktis tidak ada kompetitor.

Dan berbekal jaringan distribusinya yang sudah dibangun sejak 1991, produk permen yang diberi merk ‘Kino’ tersebut kemudian sukses besar. Masih di tahun 1997, Mr. Harry juga meluncurkan produk minuman bubuk dengan merk ‘Segar Sari’, dan makanan ringan ‘Snack It’. Karena ketiga produk tersebut memiliki harga jual yang murah dan terjangkau oleh kelompok menengah kebawah sekalipun, maka bisnis perusahaan justru melejit ketika Indonesia dilanda krisis moneter setahun kemudian. Pada tahun 1999, masih dengan semangat inovasi untuk menciptakan produk baru, Mr. Harry masuk ke bisnis toiletries dengan meluncurkan merk ‘Ovale’, sebuah produk pembersih wajah sekaligus pelembab dalam satu kemasan (sebelumnya, produk pembersih wajah dan pelembab biasanya dibuat terpisah). Ovale juga sukses besar, sehingga di tahun-tahun berikutnya diluncurkan juga merk-merk lain yang memiliki segmen pasarnya masing-masing, seperti Eskulin (parfum), Master (parfum pria), Eskulin Disney & Master Kids (parfum anak-anak), Sleek (pembersih bayi), Resik V (pembersih daerah kewanitaan), dan Ellips (perawatan rambut). Pada tahun 1999 ini pula, Mr. Harry mendirikan PT Kinocare Era Kosmetindo (sekarang PT Kino Indonesia), yang kemudian menjadi induk dari anak-anak usaha Grup Kino.

But the innovation never stops. Pada tahun 2004, Grup Kino masuk ke bisnis beverages dengan meluncurkan produk minuman penyegar ‘Cap Kaki Tiga’ (merk Cap Kaki Tiga sudah diakuisisi dari PT Sinde, sekarang PT Sinde memproduksi larutan penyegar cap badak), minuman energi ‘Panther’, minuman herbal ‘Panda’, dan jus ‘Tampico’. Terakhir, pada tahun 2012 lalu, Grup Kino juga masuk industri farmasi dengan meluncurkan obat batuk herbal dan balsem, keduanya dengan merk ‘Cap Kaki Tiga’.

Jadi selama KINO terus berinovasi dalam menciptakan produk-produk baru, ditambah skill Mr. Harry secara pribadi di dunia pemasaran dan pengembangan merk, maka selama itu pula kita akan melihat KINO terus berekspansi. Dalam hal ini penulis jadi ingat dengan raksasa teknologi asal Amerika Serikat, Apple Inc., yang menjadi salah satu perusahaan terbesar di dunia karena inovasi perusahaan dalam menciptakan produk-produk yang unik dan eksklusif, plus mereka juga sangat jago di bidang marketing. Dibanding raksasa consumer tanah air seperti Unilever, Indofood, atau Kalbe Farma, maka dengan aset Rp2.2 trilyun pada 30 Juni 2015, KINO terbilang masih relatif kecil, sehingga peluangnya untuk tumbuh lebih lanjut masih terbuka lebar. Dan kalau melihat track record kinerja perusahaan dalam lima tahun terakhir, dimana pendapatan serta labanya naik terus secara konsisten (just as expected), maka sahamnya bisa dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang.

Lalu bagaimana dengan sahamnya?

Pada IPO-nya, KINO melepas 229 juta lembar saham ke publik pada harga Rp3,800 per saham, sehingga akan diperoleh dana Rp869 milyar. Nilai ekuitas KINO sebelum IPO adalah Rp823 milyar (per Kuartal II 2015), sehingga setelah IPO, ekuitas perusahaan akan menjadi kurang lebih Rp1.7 trilyun. Karena jumlah saham KINO setelah IPO adalah 1,429 juta lembar, maka market cap-nya pada harga saham Rp3,800 adalah Rp5.4 trilyun. Dengan demikian PBV-nya = 5.4 / 1.7 = 3.2 kali. Sementara dari sisi PER, hingga Kuartal II 2015, KINO membukukan laba Rp141 milyar, yang setelah dibagi dengan jumlah sahamnya setelah IPO, diperoleh annualized EPS Rp198 per saham. Maka PER-nya 3,800 / 198 = 19.2 kali.

Nah, dengan PBV dan PER yang jelas sekali diatas rata-rata pasar (dalam kondisi pasar yang normal, sebuah saham berfundamental baik biasanya dihargai pada PBV kurang lebih 2 kali dan PER 10 kali), maka IPO KINO ini sekilas tampak mahal. However, mengingat beberapa saham consumer juga dihargai pada PBV 5 kali atau PER 20 kali, sementara fundamental KINO sendiri memang sangat bagus, dan kalau kita ambil contoh IPO perusahaan consumer top lainnya yaitu Sido Muncul (SIDO), dimana sahamnya sempat naik dari harga perdana 580 hingga hampir saja tembus 1,000 bahkan meskipun valuasinya juga mahal sejak awal, maka mungkin harga 3,800 masih terbilang wajar bagi KINO.

Namun satu hal yang perlu diperhatikan: Penetapan harga nominal saham yang cukup tinggi (3,800) serta sedikitnya jumlah saham yang dilepas ke publik (hanya 229 juta lembar), kemungkinan akan menyebabkan saham KINO menjadi tidak likuid, sehingga praktis tidak akan begitu disukai oleh investor/trader. Jadi berbeda dengan IPO SIDO yang sahamnya sukses naik (meski toh pada akhirnya turun lagi), KINO mungkin tidak akan mengalami hal yang sama karena, dari sisi volume, jumlah saham KINO yang akan wara wiri di market tidak sampai seperlima saham SIDO.

Dan kalau bicara kekuatan merk, anda mungkin memperhatikan bahwa produk-produk KINO belakangan ini sering nongol di televisi, dan mungkin itu salah satu strategi agar IPO-nya laku, karena seingat penulis dulu SIDO juga sama begitu: Iklan Jamu Tolak Angin mendadak rame di tivi menjelang IPO. Nevertheless, meski perusahaan sangat kompeten dalam hal branding, namun pada akhirnya KINO masih merupakan pemain yang relatif baru di industri consumer di Indonesia, sehingga merk-merk milik KINO belum ada yang sepopuler ‘Tolak Angin’ milik Sido Muncul, ‘Lifebuoy’ milik Unilever, atau Indomie-nya Indofood. Dalam hal ini KINO mungkin lebih cocok dibandingkan dengan Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA), yang juga merupakan perusahaan consumer kelas menengah, namun PBV AISA, ketika artikel ini ditulis, cuma 1.5 kali.

Kesimpulannya, meski mungkin KINO ini cocok untuk investasi jangka panjang, namun penulis lebih suka membeli sahamnya nanti di market, tentunya jika dikasih harga yang lebih affordable (dan 'nanti' ini bisa cukup lama dari sekarang, jadi santai saja), sama seperti SIDO yang ketika artikel ini ditulis, harganya sudah dibawah harga IPO-nya. Tapi anda tidak perlu khawatir karena untuk saat ini, seiring dengan masih rendahnya posisi IHSG, maka pasar masih menawarkan banyak pilihan saham lain yang valuasinya jauh lebih terdiskon. All you have to do is to choose carefully, karena fundamental dari sebagian besar saham-saham tersebut memang lagi tidak terlalu baik, tapi yah, yang bagus-bagus ada aja kok :)

PT Kino Indonesia, Tbk
Rating Kinerja pada Kuartal II 2015: AA
Rating Saham pada 3,800: BBB

Pengumuman: Penulis menyelenggarakan acara ‘Market Outlook – Peluang Investasi di Tahun 2016’ di tiga kota yakni Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Untuk bergabung, keterangan selengkapnya klik disini.

Buletin Analisis IHSG & Stock-Pick bulanan edisi Desember 2015 akan terbit tanggal 1 Desember mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi portofolio bagi member.

Keunggulan Desain Minimalis



Desain rumah minimalis sangat diminati 6 tahun belakangan ini, hampir semua perumahan yang dikembangkan oleh para developer di indonesia menawarkan desain rumah minimalis pada setiap produk perumahan yang mereka tawarkan, mulai dari desain rumah minimalis dengan type rumah yang terkecil hingga desain rumah minimalis dengan type rumah yang besar.
Semua orang saat ini ingin membuatdesain rumah minimalis, karena selain indah dipandang mata akan tetapi rumah minimalis juga dapat meningkatkan nilai jual kembali yang fantastis dikemudian hari, berikut ini adalah 10 keunggulan desain rumah minimalis :
1.  adalah sangat indah dipandang mata
2.  adalah lebih rapih dan bersih meski berada dilahan yang kecil
3.  adalah terlihat modern dan masuk ke semua golongan
4.  adalah memiliki tata ruang yang lengkap dan teratur
5.  adalah bernilai investasi tinggi jika dijual kembali
6.  adalah sangat beragam dan bisa dikembangkan dalam segala keadaan lingkungan
7.  adalah lebih tahan lama karena pemilihan bahan bangunan yang ramah lingkungan dan kokoh
8.  adalah lebih sehat karena biasanya memiliki tata pencahayaan dan taman yang cukup
9.  adalah merupakan salah satu ciri rumah modern bagi negara berkembang
10.  adalah sangat ideal bagi keluarga baru maupun lama dalam bertempat tinggal maupun investasi properti. Saudara Jagadmaya bila ada waktu selalu kunjungi kembali disini http://www.contohdesainproperti.com


Langkah Bijak sebelum bangun dan membuka kawasan memiliki koleksi yg menginspirasi bentuk rumah anda disini http://www.contohdesainproperti.com 

5 tingkatan awareness target pasar

Pernahkah Anda mengiklankan produk jualan Anda namun belum mendapatkan hasil seperti yang diharapkan? Saya pribadi pernah mengalaminya, padahal biaya dan waktu yang dikeluarkan waktu itu cukup lumayan.

Target Pasar. Itulah yang akhirnya kami pelajari dari kegagalan tersebut. Dan bukan sekedar mengetahui dan dapat mengidentifikasi target pasar secara spesifik. Namun kita juga perlu mengukur seberapa besar tingkat awareness atau kesadaran konsumen terhadap bisnis atau produk kita saat ini.

Inilah penyebab iklan kita terbuang percuma, karena bisa jadi iklan kita menyasar target pasar yang salah dan atau konten yang kita berikan tidak sesuai dengan tingkat awareness dan pemahaman mereka.

Beda Tingkat Awarnessnya, Beda Pula Strategi

Itulah yang selanjutnya kami lakukan. Hasilnya kami pun jadi lebih mudah dan terarah dalam membuat strategi dan konten yang lebih tepat bagi target pasar yang kami tuju. Untuk itu dalam kesempatan kami ini saya akan berbagi tentang 5 tingkat awareness target pasar yang bisa kita baca melalui link berikut :

http://www.putuputrayasa.com/inilah-5-tingkatan-awareness-target-pasar/

Oya, bagi Anda yang tidak ingin ketinggalan berita dan artikel terbaru dari blog saya www.PutuPutrayasa.com silakan klik dan drag email ini ke kolom primary caranya seperti pada gambar dibawah ini.


Terima kasih, semoga bermanfaat.
Salam Hebat

Putu Putrayasa

Jumat, 27 November 2015

20 Cara Gratis untuk Meledakkan Motivasi Kerja

banner 7

















By Yodhia Antariksa

Bayangkan skenario tipikal ini : di suatu pagi, Anda tiba di kantor kerja Anda dengan muka kusut karena baru saja melalui perjalanan melelahkan yang penuh dengan kemacetan.
Lalu dihadapan Anda sudah menunggu setumpuk pekerjaan yang makin lama makin membosankan. Belum lagi kalau mikir, Anda merasa gaji Anda belum sesuai dengan harapan.
Tak heran jika motivasi kerja Anda nyungsep. Motivasi kerja rekan-rekan Anda juga mungkin sama nasibnya : tergeletak kaku di ruang ICU. Alias motivasinya semaput.
Jadi harus bagaimana? Berikut 20 cara gratis untuk membuat motivasi kerja kembali menyala. Dan bukan terus tenggelam dalam kenestapaan.
Dalam sajian visual infografis dibawah ini, saya menampilkan 20 cara murah meriah untuk membuat semangat dan motivasi kerja bisa menyala kembali.
Dalam sajian audio podcast, saya mengulik SATU KIAT SIMPEL yang amat powerful untuk melejitkan motivasi dan produktivitas kerja Anda. Apa satu kiat itu? Nikmati sajiannya dalam audio podcast yang inspiring dibawah ini.
20 Cara Memotivasi Karyawan
NOTE : 
Mau update artikel2 mencerahkan seperti diatas langsung melalui smartphone Anda? Langsung saja invite PIN BBM saya : 583 4191 B. Bagi yg invite, akan saya berikan BONUS tiga ebook bagus tentang mindset, kebebasan finansial dan cara meraih karir impian. - See more at: http://strategimanajemen.net/2015/11/26/20-cara-gratis-untuk-meledakkan-motivasi-kerja/#sthash.6pljcynR.cQGgUN3p.dpuf

Kamis, 26 November 2015

How to Make Money from IPOs

By: Matthew Milner
 

Last Thursday, a tech start-up called Square (NYSE: SQ) went public.

For investors who got in early, when the company was still young and private, champagne corks should have been flying—

After all, Square’s IPO gave the company a value of nearly $3 billion.

So why the heck were so many early investors crying?

How did they lose money on this deal?

“Seed-Stage” Versus “Later-Stage”

The explanation has to do when those private investors got involved.

You see, when you invest in private start-ups, there are two main ways to do it:

With the first way, generally called “seed-stage investing,” you’re investing in a company before it’s proven itself:

At this stage, a company might have nothing more than a couple of engineers with a big idea, or maybe it’s built an initial product and has a small level of sales.

With the second way—often called “later-stage investing”—you’re investing in an entity that may already have millions of users, and millions of dollars in revenues.

But beyond the obvious differences between these two types of companies, there’s a more subtle distinction:

“Valuation”

One of the most critical concepts in private market investing is something known as “valuation.”

Simply put, valuation is a private company’s value—its market cap.

Generally speaking, seed-stage companies have low valuations (i.e., they’re inexpensive to invest in), while later-stage companies have high valuations (i.e., they’re expensive to invest in).

But no matter what you’re investing in—from start-ups to stocks to real estate—to make money as an investor, you need to “buy low and sell high.”

And unfortunately, when you’re investing in later-stage start-ups—especially in today’s frothy environment—it can be challenging to “buy low.”

To see an example of this, let’s look at Square.

Square Stats

In December of 2009, while it was still a young company, Square raised money from private investors. At the time, it was valued at $40 million.

By January 2011, the company had made significant progress, so when it raised its next round of funding, its valuation increased to $185 million.

The company continued to make progress and raise capital from private investors—and as it did, the valuation it commanded continued to soar…

In fact, by October 2014, it was valued at $6 billion.

But as Square’s IPO value made perfectly clear, $6 billion was far above the right price for anyone who wanted to “buy low and sell high.”

The Winner Is…

You see, Square went public last week at a market cap of $3 billion.

At that level, later-stage private investors who got in at the $6 billion valuation lost about 50% of their money.

But as you can see in the below chart (from funding platform EquityZen), investors who got involved at earlier stages enjoyed huge gains from the IPO:



Investors from the January 2011 round made 11.5x their money.

And investors from 2009 made 40.6x their money—that’s enough to turn a $5,000 investment into about $200,000.

Your Choice

There might be an occasional exception—Facebook comes to mind—but once a private company is already worth billions of dollars, the only investors with a clear path to profits areprivate, seed-stage investors.

Certainly, late-stage private investors in companies like Square are getting burned…

And things are even worse for public-market investors: as we wrote about recently, the average IPO in 2015 has provided a negative return on its first day, falling 3.5%.

If you’re looking for big returns, you need to get in early…

And that’s why you need to start looking at seed-stage investment opportunities in the private markets.

As you probably know, these markets have been off-limits to ordinary investors like you for more than 80 years—but because of new legislation known as the JOBS Act, in just a few months, ALL investors will soon be able to invest in these deals.

To help you understand the variety of seed-stage deals you’ll be able to invest in, from technology start-ups to food & beverage companies, we recently wrote a detailed research report.

You can check it out for free, here »



Happy Investing!
 

Matthew Milner
Founder
Crowdability