Rabu, 30 November 2022

Sahabat Sejati

by Erizeli Jeli Bandaro "Wenny..” seru saya.” Hari ini saya ada deal dengan Peter. Dia akan membantu saya melakukan exit atas gagal bayar utang. Tetapi saya tidak bisa melibatkan SIDC holding untuk menggalang dana. Karena setiap tindakan SIDC diawasi oleh CIG. Saya butuh uang tunai sebesar USD 160 juta untuk processing fee. Saya tidak punya uang sama sekali. Perusahaan Yuni di Jakarta sudah digadaikan ke private investor singapore untuk pembiayaan start up business IT di China. Sekarang diawasi ketat oleh investor. Rekenikng trustee istri saya sudah saya gadaikan ke bank nya Peter untuk jaminan sintetic bond“ Kata saya dengan suara parau. Tak sanggup saya menatapnya. Ini kali saya merasa benar benar jadi orang kalah dan tak berguna. Dia masuk ke dalam kamar. Tak berapa lama dia keluar membawa amplop kuning. “ Ini surat saham perusahaan yang saya pimpin. Kamu jadikan saya sebagai proxy. Saya sudah tanda tangani surat penyerahan penuh kepada kamu untuk melakukan apa saja terhadap saham itu. “ Kata Wenny. Saya terkejut. “ Untuk dapatkan uang sebesar USD 150 juta cepat sekali.” Katanya. Kemudian dia menyerahkan buku tabungan dan sertifikat apartemen. “ Ini ada tabungan saya di bank sebesar USD 15 juta. Itu deviden yang saya terima selama kerja dengan kamu. Ambil lah uang itu. Kalau masih kurang jual apartement ini. Saya bisa pindah ke apartement saya yang lama. Engga apa apa “ Katanya tenang. Saya tetap dia lama. Dia tersenyum. Saya menggelengkan kepala. “ Kenapa bro… “katanya seraya memegang lengan saya. “ Entah saya bingung. Usia saya 56 tahun. 30 tahun lebih saya bekerja keras karena obsesi bisnis, akhirnya saya gagal. Orang orang menginginkan saya menyerah. Tapi mengapa sekarang saya jadi pecundang begini. “ “ Bro… kamu tidak pecundang. Kamu petarung. Sampai hari ini kamu berada digaris depan dalam pertarungan dengan konglomerat investor kelas dunia. “ “ Masalahnya kamu sahabat saya. Tidak mungkin saya pertaruhkan kamu dalam pertarungan saya. Gimana kalau gagal ? “ Gagal? “ Mata Wenni melotot. “ Ini kali pertama saya dengar kamu begitu pesimis. Ayolah lawan mereka semua sampai batas akhir nafas kamu. Engga usah kawatirkan saya.” “ Orang tua saya mendidik saya, bahwa saya boleh hancur karena saya sendiri tapi tidak boleh orang lain hancur karena saya.” “ Bro..” Wenni mendekat ke saya.” tidak perlu terlalu terbawa perasaan. Kamu sudah buktikan siapa kamu. Ingat engga waktu kali pertama saya akhirnya berkerja dengan kamu sebagai proxy. Saya dalam keadaan terlilit hutang. Suami mengusir saya dari rumah. Saya terhina sekali. Hutang itu kamu bayar. Saya dan Yuni sama. Kami janda miskin. Beda dengan direktur dan partner kamu di SIDC Holding. Kami dari keluarga miskin dan kamu angkat derajat kami sebagai direktur dan mitra. Kamu tuntun kami dengan sabar sampai akhirnya kami bisa berkembang seperti sekarang ini. Kalau akhirnya gagal, Tidak akan membuat kami takut. Kami sudah terbiasa dan pernah miskin. “ Saya terdiam sambil menatap kelantai. “ Ayolah bangkit. Saya ingin liat kamu seperti awal saya kenal kamu.” “ Terimakasih. “ Kata saya menatapnya. Dia memalingkan wajah ketempat lain. Saya mengambil amplop kuning itu dan berlalu dari apartementnya. Sebulan kemudian saya tampil sebagai pemenang. Aset Wenny aman, Aset Yuni aman dan Rekening trustee istri aman. Saya bisa menikmati masa tua dengan tenang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar