Kamis, 24 November 2022

Identitas dan politik identitas.

by Erizeli Jeli Bandaro Kalau anda orang islam atau orang kristen dan memilih presiden karena alasan seiman, Itu tidak salah. Kalau anda orang jawa, lebih memilih presiden orang jawa, itu juga tidak salah. Yang salah itu apabila anda menggunakan identitas suku atau agama dalam narasi politik. Contoh “ Engga bisa masuk sorga kalau memilih peminpin non muslim. Tidak boleh memilih pemimpin yang tidak sesuai kehendak ulama. Atau orang jawa pilih orang jawa. “ Nah itu sudah politik identitas. Engga boleh. Tapi dalam sistem demokrasi tidak bisa dilarang orang memilih karena alasan personal. Itu hak yang dilindungi UU, apalagi PEMILU secara langsung. Yang jadi masalah, di negara ketiga yang mayoritas rakyat rendah literasi nya, antara politik dan indentitas sangat tipis sekali bedanya. Vladimir Putin dari Rusia, Recep Tayyip Erdoğan dari Turki, Viktor Orbán dari Hungaria, Jaroslaw Kaczynski dari Polandia, dan Rodrigo Duterte dari Filipina, adalah contoh yang menang karena politik identitas. Mereka bicara atas nama keadilan sosial dan semangat populisme dengan narasi emosi personal” Agama kita mengajarkan kepada keadilan. Menolak maksiat dan korupsi. Entis kita etnis besar dan hebat. " Secara tidak langsung mereka mentertawakan kelembagan peradilan, legislatif, media independen, dan birokrasi nonpartisan. Lucunya setelah mereka berkuasa, mereka justru memperkuat kelembagaan yang tadinya mereka tertawakan. Tujuannya tentu untuk mempertahankan kekuasaan. Recep Tayyip Erdoğan menang karena gerakan IM pada Partai Persatuan dan pembangunan ( AK PARTi). Setelah dia menang, yang pertama dia habisi adalah gerakan IM itu sendiri. Putin menang karena dukungan etnis Slavik yang mayoritas Etnis di Rusia. Tapi setelah dia menang, elite reformis dari etnis Slavik dia gusur. Jargon perubahan anti KGB, justru setelah berkuasa, Putin mempertahankan kekuasaannya lewat KGB. Apa artinya? apapun itu narasi politik, pada akhirnya adalah kepentingan politik untuk meraih kemenangan pada Pemilu. Jangan berharap para pemimpin itu akan berbuat sesuai dengan janjinya. Yang pasti setelah dia menang yang pertama dia lakukan adalah bagaimana kekuasaan itu bisa dipertahakan lewat kelembagaan atas nama UU dan konstitusi. Kritik boleh tapi engga boleh ada ujaran kebencian. Itu dihadang UU ITE dan Hate speech. Pemilu itu sama seperti saat anda akan berhubungan SEX. Anda saling membuka baju, dan setelah usai, pakai baju masing masing. Apa artinya? setelah usai game, kembali ke diri masing masing. Dah gitu aja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar