Kamis, 08 Desember 2022

Ketahanan pangan.

Tadinya orang yang tinggal di daerah khatulistiwa seperti nusantara ini, tidak makan beras. Tetapi makan umbi umbian dans Sagu. Itu mudah menanamnya dan tidak perlu irigasi segala. Populasi belum banyak. Jadi wajar saja orang makan dari yang tersedia di alam. Tetapi bertambahnya populasi dan berkembangnya pengetahuan dari luar. Orang mulai menggunakan cara bercocok tanam. Masuknya peradaban China, orang Indonesia belajar cara menanam padi. Bukan hanya cara menanam tapi juga mengubah kebiasaan dari makan umbian ke makan nasi. Begitulah cara manusia menyesuaikan diri dan survival. Tidak seperti Malthusian teori yang meramalkan populasi bertambah, kelaparan mencaman. Julian Cribb, dalam “The Coming Famine “ , menjelaskan bahwa kekurangan pangan global tidak dapat dihindari jika umat manusia tidak segera memikirkan kembali cara makan, bertani, dan menangkap ikan. Artinya tekhnologilah sebagai solusi untuk mengatasi bertambahnya populasi dan terbatasnya sumber daya. Kalau bicara tekhnologi tentu juga bicara tentang perubahan. Termasuk perubahan pola makan dan jenis makanan. Donald Carlson, menulis dalam “ Food Security Secrets Review - Is it Really RIGHT For You? mengajarkan kepada kita agar ambil bagian dari ketahanan pangan. Yaitu dengan cara mengubah kebiasaan makan dan membangun pertanian berbasis industri seperi estate food. Namun imenurut Cribb, itu semua hanya mungkin bila pemerintah meningkatkan perhatian kepada research pertanian dan social engineering masyarakat yang berbasis keanekan ragaman makanan. Tapi jangan sampai pula kebiasaan makan itu lahir dari propaganda bisnis yang tidak punya pijakan sains yang kuat. Anthony Warner’s dalam “Ending Hunger – the Quest to Feed the World Without Destroying it” punya pandangan kuat soal fenomena ini. Ia menantang mitos bahwa makan makanan organik membantu mengatasi kemiskinan atau melindungi lingkungan. Ini sejalan dengan pendapat dari Norman Borlaug, sang biologiwan, agronom, filantrop, dan peraih anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel untuk tahun 1970, ia dijuluki sebagai "Bapak Revolusi Hijau” Warner merekomendasikan agar orang beralih ke pola makan yang tidak terlalu bergantung pada produk hewani. Dia percaya bahwa konsumsi produk hewani menyumbang hampir 15% dari emisi rumah kaca dan tumbuh dengan cepat, diperkirakan menjadi dua kali lipat pada tahun 2040 berdasarkan tren saat ini. Dia merekomendasikan untuk mengubah pola makan menjadi lentil, kacang-kacangan, buncis, dan makanan nabati lainnya. Selain itu, sikap yang lebih terbuka terhadap modifikasi genetik makanan, yang dapat meningkatkan hasil dan kepadatan nutrisi. "Pertanian saat ini membebani udara, tanah, air, tanah, dan setiap makhluk di Bumi. Produksi makanan memiliki lebih banyak dampak negatif terhadap planet ini daripada aktivitas manusia lainnya.” Kata Warners memperingatkan. Berdasarkan hal ini ia berpendapat ada kebutuhan mendesak untuk perubahan, dengan intervensi pemerintah dalam sistem pertanian. Tapi Cribb kecewa karena anggaran pemerintah untuk riset ketahanan pangan negara ketiga terus menyusut. Akibatnya, hasil panen tidak mengalami peningkatan significant. Mengapa ? Ketahanan pangan juga harus mencakup kehandalan sistem rantai pasokan ( pupuk, bibit, anti hama, peralatan). Sehingga antar negara dan wilayah terhubung satu sama lain dengan harga yang efisien. Ini masalah bisnis. Kalau ketahanan pangan masih dikelola secara tradisional, itu jelas tidak efisien dan bikin frustrasi petani. Bayangkan saja, harga beras international USD 440/ton. Itu sama dengan harga CIF Rp. 7000 /kg termasuk logistik. Sementara harga beras di Indonesia di heler saja harganya Rp. 10.500. Dengan pengolahan yang tidak efisien, engga mungkin Indonesia jadi supply chain pangan secara global. Dalam negeri saja tidak feasible kok.. Tapi kalau sudah dikelola dengan pendekatan industri seperti negara maju, maka sistem rantai pasokan mutlak diterapkan. Mengapa ? Paparan oleh N. Chandrasekaran, G. Raghuram dalam buku “ Agribusiness supply chain management” , menyebutkan bahwa di dunia sekarang ini, perusahaan bersaing dalam rantai pasokan. Dengan banyaknya faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman, rantai pasokan yang dirancang dengan baik adalah suatu keharusan. Mereka yang memiliki kemampuan untuk membangun rantai pasokan yang khas dan menjadikannya sebagai aset strategis yang bisa tumbuh berkelanjutan. by Erizeli Jeli Bandaro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar