Kamis, 01 Desember 2022

Analisa saham BukaLapak.

by Erizeli Jeli Bandaro Sebelum buka lapak IPO, mereka sudah lebih dulu menjajaki merger dengan SPAC ( special purpose acquisition company ) di AS. Dengan demikian mereka bisa melakukan dual listing di bursa Indonesia dan Amerika. Setelah merger, SPAC akan listing di bursa wallstreet. Valuasi diperkirakan USD 4-5 miliar. Engga tanggung tanggung yang back up SPAC ini adalah Microsoft corp. Maklum BukaLapak menggunakan Microsoft Azure sebagai platform cloud. Apa itu SPAC? Adalah perusahaan yang didirikan dengan tujuan aquisisi dan tidak operasional. Sifatnya hanya paper company. Itu mengapa hasil IPO harus ditempatkan di rekening trustee sampai ada peruntukannya. Artinya sebelum IPO mereka tidak ada kewajiban menyampaikan apa rencananya secara detail. Jadi kalau boleh dianalogikan SPAC ini semacam cek kosong, yang bisa digunakan untuk apa saja setelah ada uang. Mengapa orang mau beli saham SPAC? Biasanya investor meliat pemegang sahamnya, yang terdiri dari investment banker dan sponsor proyek. Umumnya investor adalah kalangan terbatas yang merupakan institution. Ok kembali kepada BukaLapak. Saham yang dilepas di bursa jakarta sebanyak 25%. Valuasinya masih wajar. Mengapa ? Kalau melihat data total pembelian yang sudah dibayarkan oleh konsumen yang terjadi di platform Bukalapak, maka Total Processing Value (TPV) tahun 2020 mencapai Rp 85,08 triliun. Sementara Enterprise Value (EV) berada di angka Rp 64,4 triliun. Dengan demikian rasio EV/TPV berada di 0,76 kali. Jadi kalau nilai terhadap harga buku ( price book value ) 3,6 kali. Itu termasuk murah bila dibandingkan ecomerce lainnya. Yang jadi masalah adalah BukaLapak hanya mengandalkan platform digital tanpa ada dukungan business retail offline sepeti alibaba atau Gojek atau Grab. Jadi rentan terhadap kompetisi. Apalagi 65 % dana hasil IPO akan digunakan untuk modal kerja. Cenderung beresiko. Lantas mengapa selama dua hari setelah listing harga terus naik! Kemudian terjun.? Penyebabnya sederhana saja. Investor lama masuk sebelum IPO. Dalam prospektus memang terdapat 10% saham yang tidak lock up. Mereka melepas sahamnya ketika harga naik. Tujuannya profit taking. Kapan lagi nikmati Cuan kenaikan harga ( dari Rp 850 ke Rp 1000 up) Memang ada aturan lock up dari OJK agar investor lama tidak boleh menjual sahamnya dalam kurun waktu 8 bulan. Tapi itu bisa diakali dengan cara investor menggunakan broker melakukan pembelian saham dari lead underwriter dan kemudian memindahkanya lewat backdoor. Nah disaat broker besar semacam citicorp (CG ) melakukan aksi jual, hukum pasar terjadi. Harga turun. Yang korban ya investor retail terpaksa ARB. Disamping itu rencana dual listing lewat aksi merger dengan SPAC masih tanda tanya. Rencana dongkrak value USD 4-5 miliar belum pasti. Tapi kalau benar terjadi, harga saham kemungkina akan naik lagi. Dan itu pemicunya investor asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar