Sabtu, 09 Januari 2016

Fase Putus Asa Sudah Lewat, Lalu?

By Teguh Hidayat

Agustus lalu, tepatnya 24 Agustus 2015 ketika IHSG anjlok 4% dalam sehari dan ditutup di posisi 4,164, dan sudah tentu ketika itu dengan diiringi oleh teriakan panik para investor (panic selling), penulis membuat artikel berjudul Antara Euforia dan Putus Asa. Pada artikel dipaparkan beberapa fase pada periode bear market, yakni denial, bull trap, return to ‘normal’, fear, capitulation, dan terakhir, despair. Dan dengan merujuk pada fakta bahwa IHSG sudah turun banyak dari puncaknya yakni 5,500-an hingga ketika itu sudah mencapai 4,100-an, dan juga sudah melalui beberapa fase mulai dari denial hingga kepanikan (fear, atau capitulation), maka pada bagian akhir artikel penulis bertanya, apakah posisi IHSG saat itu sudah despair alias putus asa?

Karena, mengingat bahwa fase despair merupakan bottom atau titik terendah dari periode bear market, maka jika IHSG sudah mencapai fase tersebut maka selanjutnya dia, perlahan tapi pasti, akan naik kembali.

Dan setelah beberapa bulan, IHSG ternyata naik lagi dan sekarang sudah berada di posisi 4,500-an. Jadi mungkin pertanyaannya masih sama: Apakah ketika IHSG pada Agustus lalu berada di 4,100-an, itu sudah bottom? Dan jika jawabannya adalah ya, lalu bagaimana selanjutnya? Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka anda bisa lihat lagi gambar dibawah ini, yang mengambarkan fase-fase pada periode bear market, dan juga bull market (klik untuk memperbesar).


Perhatikan bagian paling kanan dari gambar diatas: Salah satu ciri bahwa pasar/IHSG sudah ketemu fase despair-nya, adalah jika IHSG itu sendiri naik signifikan hingga balik lagi kemean atau posisi rata-ratanya, setelah sebelumnya turun terus. Yup, jadi jika kita hendak mengetahui kapan IHSG sudah mencapai fase despair hanya dengan cara melihat chart-nya saja, alias murni pake analisa teknikal, maka anda baru akan mengetahuinya setelah fase despair tersebut terjadi, yakni setelah IHSG naik lagi keatas hingga kembali ke posisi ­mean-nya. Maksud penulis, jika pada hari ini IHSG justru berada pada posisi yang lebih rendah lagi dibanding level 4,164 yang sudah dicapai pada Agustus lalu, maka kitatidak bisa mengatakan bahwa ‘Sekarang ini sudah fase despair!’.

Contohnya, pada 28 September 2015 lalu, atau sebulan setelah panic selling Agustus, IHSG ternyata sempat jeblok sekali lagi hingga ke ditutup di posisi 4,120 (panic selling round 2), atau lebih rendah dibanding posisi 4,164 di bulan Agustus. Jadi hingga penghujung bulan September tersebut, kita masih belum bisa mengatakan bahwa pasar sudah mencapai titik terendahnya, karena nyatanya IHSG masih bisa turun ke posisi yang lebih rendah dibanding posisi 4,164 pada peristiwa panic selling di bulan Agustus.

Namun berhubung setelah September IHSG tidak mencetak new low lagi, dan sekarang ini dia justru sudah berada di posisi 4,500-an alias sudah naik lumayan tapi juga belum berada diatas mean-nya (jika kita menggunakan garis MA200, alias moving average 1 tahun sebagai mean), maka itu artinya? Yup, secara teknikal dasar, IHSG mungkin sudah mencapai fase despair-nya pada September lalu, dan sekarang ini IHSG sedang dalam fase konsolidasi. Disebut konsolidasi karena penurunan IHSG mulai melandai (IHSG masih bisa turun sewaktu-waktu, tapi gak pake acara jeblok lagi), dan tekanan jual juga mulai mereda, tapi disisi lain IHSG juga belum benar-benar naik secara signifikan.

Fase konsolidasi ini bukanlah bagian dari periode bear maupun bull market, dan karenanya bisa berujung pada dua kemungkinan: IHSG ternyata kembali jeblok hingga mencetaknew low lagi, yang itu artinya September kemarin kita masih belum mencapai fase despair, atau sebaliknya, IHSG ternyata terus naik hingga menembus garis mean-nya, yang itu artinya periode bear market pada IHSG resmi berakhir (Btw kita pakai moving average 1 tahun sebagai mean, karena asumsinya adalah jika periode bear market sudah confirm berakhir, maka kita bisa beli saham kemudian disimpan untuk minimal setahun kedepan). Ketika artikel ini ditulis, IHSG baru bisa disebut berada diatas mean-nya jika sudah naik hingga posisi 4,785 atau lebih.

Analisa Fundamental IHSG

Tapi kalau kita baru mulai belanja setelah IHSG berada di level 4,785, maka apa itu bukan ketinggalan kereta namanya? Nah, pada titik inilah kita harus kembali ke analisa fundamental, dalam hal ini analisa makro ekonomi dalam negeri. Dan berikut adalah beberapa data serta fakta sederhana: Pertama, setelah Rupiah stabil di Rp13,500 – 14,000 per USD, nobody talks about crisis, karena memang disisi lain kondisi ekonomi di lapangan juga mulai membaik. Kalau anda masih ingat, pada September lalu semua orang bilang bahwa pelemahan Rupiah mungkin bisa berujung pada Krisis Moneter seperti di tahun 1998, namun pada artikel ini penulis sudah mengatakan bahwa tidak akan terjadi krisis apapun. And indeed, there was no crisis, termasuk angka pertumbuhan ekonomi di Kuartal III kemarin tercatat 4.73%, atau mulai membaik dibanding Kuartal sebelumnya yang hanya 4.67%.

Kedua, dalam dua tahun terakhir, dalam rangka menekan inflasi yang timbul karena kenaikan harga BBM dll, Bank Indonesia (BI) terus menaikkan BI Rate hingga terakhir mencapai 7.50%, dan itu tidak disukai oleh mayoritas pelaku pasar yang menginginkan agar BI Rate tetap berada di level yang rendah, karena itu diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi (soal kaitan antara BI Rate, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi, boleh baca disini). Kabar baiknya, data terakhir menunjukkan bahwa inflasi untuk bulan Desember 2015 tercatat hanya 3.5% year on year, alias sudah sangat baik, dan ini membuka peluang bagi BI untuk menurunkan BI Rate cepat atau lambat. Dan ketika BI Rate turun maka itu akan direspon positif oleh pasar.

Dan ketiga, sekaligus yang terpenting, kinerja emiten perbankan pada Kuartal III 2015 kemarin secara umum sudah lebih baik dibanding kuartal sebelumnya (Kuartal II), dan ini merupakan sinyal recovery perekonomian. Dan kalau ekonomi mulai bergerak pulih, maka IHSG otomatis akan mengikuti.

Jadi dengan mempertimbangkan faktor-faktor diatas, maka fase konsolidasi yang saat ini sedang terjadi pada IHSG kemungkinan akan berujung pada.. kenaikan, tentu saja. Perhatikan lagi gambar fase pasar diatas: Jauh sebelum IHSG memasuki periode bull market (yang ditandai oleh fase media attention), dan bahkan ketika IHSG itu sendiri masih dibawah garis mean-nya, beberapa investor tipe smart money sudah curi start dengan belanja lebih awal, dan tentunya pada harga beli yang lebih rendah. Investor tipe smart money ini, meski mereka boleh dibilang mengambil risiko karena sudah belanja saham ketika IHSG masih dalam fase konsolidasi (yang itu artinya bisa saja IHSG turun lagi), namun mereka berani untuk masuk ke pasar karena mereka bisa melihat bahwa, dengan mempertimbangkan fundamental perusahaan, kondisi sektoral, dan juga makroekonomi nasional dimana kesemuanya menunjukkan perbaikan, maka no way IHSG akan mencetak new low lagi. Pada kondisi inilah, investor yang ngerti fundamental akan profit jauh lebih besar, ketimbang mereka yang hanya mengandalkan analisa teknikal dan hanya menunggu IHSG untuk break out dulu, kemudian baru belanja.

(Dan, btw, kondisi yang sama juga berlaku ketika pasar akan turun. Pada Maret 2015 lalu, ketika IHSG masih berada di level 5,400-an dan terus saja naik, penulis sudah mengatakan di artikel ini bahwa ada masalah dengan perekonomian kita, dan bahwa IHSG pada akhirnya nanti akan turun untuk menyesuaikan dengan fundamental ekonomi nasional. Tapi karena ketika itu teknikal IHSG masih menunjukkan pola uptrend, maka cerita-cerita yang keluar juga masih optimis terkait percepatan infrastruktur bla bla bla, dan hampir tidak ada seorangpun yang berpikir untuk jualan kecuali sebagian kecil investor yang aware soal memburuknya fundamental ekonomi. Ketika IHSG akhirnya drop pada penghujung April, maka barulah ketika itu semua orang berhamburan keluar pasar, dan alhasil mereka menderita kerugian yang tidak dialami oleh sebagian kecil investor lainnya, yang sudah keluar lebih awal).

Nah, balik lagi ke tahun 2016 ini. Jadi, okay, ceritanya IHSG bakal naik nih? Tapi bagaimana dengan kejatuhan bursa saham di China? Devaluasi Yuan bla bla bla? Well, itu kan cerita lama bray! Di China sebenarnya gak ada krisis apa-apa, dan kita sudah pernah membahasnya disini, dan disini. Kuncinya disini adalah, selama keributan di China atau Amerika sana tidak sampai berdampak buruk pada fundamental ekonomi dalam negeri, dan memang belum ada dampak buruk apapun, maka IHSG juga akan baik-baik saja. I mean, kalau kondisi ekonomi saat ini adalah seperti krisis tahun 1998 atau 2008 lalu, maka penulis juga tidak akan seoptimis ini (Krisis 1998 diawali oleh Thailand, dan krisis 2008 diawali Amerika. Sementara pada tahun 2011, giliran Yunani yang kena krisis, tapi gak sampai berdampak apapun ke Indonesia). Tapi yah, coba anda lihat lagi sekitar anda: Krisis apanya? Hellooo crisis, where are you??? Jadi apa yang harus dipusingkan sih?

Dan kalau IHSG beneran naik cepat atau lambat, maka seperti yang sudah penulis sampaikan disini, saham-saham yang akan menjadi pendorongnya adalah saham-sahamperbankan, infrastruktur, dan properti, karena memang sektor-sektor itulah yang punya sentimen bagus untuk 2016 terkait kelanjutan pembangunan infra dll, plus kinerja mereka juga tidak bisa dibilang buruk. Kalau anda perhatikan, beberapa saham di sektor-sektor diatas sudah mulai bergerak naik dalam beberapa waktu terakhir, namun kalau melihat kinerja fundamental serta valuasi sahamnya yang masih murah, maka mereka masih bisa naik lebih lanjut.

Nevertheless, nobody could precisely predict the market. Jadi kalau nanti terjadi perubahan yang fundamental pada ekonomi dan pasar, maka analisa diatas akan segera di-update kembali, just stay tune.

Info Investor: Penulis membuat buletin berisi koleksi saham-saham pilihan berfundamental bagus yang valuasinya masih murah, dan anda bisa memperolehnya disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar