Jumat, 16 Desember 2016

IHSG After Aksi Damai 212


Posted: 04 Dec 2016 08:16 AM PST
Pada Jumat, 2 Desember kemarin, IHSG ditutup naik 0.9% seiring dengan optimisme investor bahwa ‘Aksi Damai 212’ yang digelar pada hari tersebut, yang merupakan aksi lanjutan dari demo besar tanggal 4 November lalu, akan berjalan lancar tanpa hambatan berarti (dan memang benar event besar tersebut berakhir aman dan damai, bahkan Presiden Jokowi turut menyempatkan diri shalat jumat bersama para peserta aksi). Namun demikian posisi asing pada hari jumat tersebut masih net sell, tepatnya sebesar Rp181 milyar, dimana jika diakumulasikan sejak September lalu maka posisi investor asing di BEI sudah berkurang sekitar Rp20 trilyun, dan itu pula yang menyebabkan pergerakan IHSG cenderung tersendat-sendat hingga sekarang ini.

Nah, ketika asing terus keluar dari Bursa, maka penyebabnya bisa macam-macam, namun penyebab yang paling mencolok adalah terkait memanasnya situasi politik dankeamanandalam negeri dalam beberapa bulan terakhir ini. Karena, logika saja: Jika kita membeli saham sebuah perusahaan di suatu negara dimana sering terjadi unjuk rasa yang bisa saja berakhir bentrok atau rusuh, maka sedikit banyak tentu kita akan khawatir bukan? Karena sektor ekonomi di negara manapun tidak akan bisa maju jika masyarakatnya terus terlibat konflik dengan Pemerintah.

Namun demikian, situasi politik di Indonesia mungkin sama sekali tidak seburuk yang dikhawatirkan. Okay, sekarang kita pakai analogi pasar modal: Ketika anda beli sebuah saham, maka gak peduli meski perusahaannya bagus, valuasinya murah dll, namun tetap saja saham tersebut tidak akan naik terus setiap hari, melainkan pasti ada waktu-waktu dimana dia turun dulu, katakanlah karena penurunan IHSG, dan itu, sekali lagi, bukan karena perusahaannya jadi jelek atau apa, tapi memang lagi waktunya untuk turun saja. Yang terpenting disini adalah kita sebagai investor harus selalu memiliki strategi terkait kapan harus buy, sell, atau hold, entah itu ketika saham yang kita pegang/incar sedang dalam trend naik, stagnan, atau turun. Dalam beberapa situasi kita mungkin harus menjual saham dalam posisi rugi alias cut loss, namun itu tetap merupakan keputusan terbaik karena kita mungkin justru akan menderita kerugian yang lebih besar, jika cut loss tersebut tidak dilakukan.

Tapi intinya ketika kita masih mengetahui apa-apa saja yang harus dilakukan kedepannya dalam rangka menata ulang pegangan saham, maka itu artinya investasi kita masih under control, dan anda akan kembali profit ketika nanti IHSG naik lagi. Situasinya baru bakal gawat jika anda malah bingung dan sama sekali ndak tau harus ngapainketika saham-saham anda nyangkut semua, dimana barulah pada titik tersebut, apapun yang anda lakukan hanya akan memperburuk keadaan.

Demikian pula dengan perkembangan politik dalam negeri: Tak peduli sebaik apapun Pemerintah dalam mengelola perekonomian dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, namun tetap saja akan ada waktu-waktu dimana rakyat merasa tidak puas dengan kinerja Pemerintah, jika itu bukan terkait perekonomian maka bisa terkait hal lain, misalnya terkait upaya penegakan hukum terhadap pejabat yang terlibat kasus korupsi atau lainnya, dan sebagian dari rakyat ini akan mulai turun ke jalan. Dan ketika itu terjadi maka kondisi politik yang sebelumnya stabil akan mulai goyang lagi, dimana orang-orang yang sejak awal berada dalam posisi menentang Pemerintah akan kembali lantang berteriak ‘Turunkan Presiden!’ atau semacamnya

Nah, menurunnya stabilitas politik seperti yang dicontohkan diatas, itu adalah sama seperti penurunan IHSG: Bisa terjadi kapan saja, tak peduli meski fundamental ekonomi terbilang cukup baik. Namun yang terpenting disini adalah Pemerintah sebagai ‘political manager’ harus mampu mengambil keputusan politik yang paling tepat, yang sebisa mungkin memuaskan semua belah pihak. Kalaupun ada satu atau dua hal yang harus ‘dikorbankan’, katakanlah seperti ketika investor harus jual saham dalam posisi rugi/cut loss, maka itu adalah demi kebaikan yang lebih besar yang akan diperoleh di masa yang akan datang.

Dan jika Pemerintah tetap dalam posisi know what to do seperti itu, maka lambat laun ‘koreksi politik’ yang terjadi akan pulih dengan sendirinya, semua demonstrasi akan berakhir damai, dan Pemerintah bersama-sama dengan rakyat akan bisa kembali bekerja membangun perekonomian. Yep, jadi seringkali ini hanya soal waktu saja, karena seperti halnya IHSG yang gak akan langsung bullish lagi setelah mengalami koreksi, kondisi politik juga gak akan serta merta stabil lagi pasca mengalami goncangan, melainkan perlu waktu. Situasinya baru akan berbeda jika Pemerintah, entah itu pejabat eksekutif, kepolisian, hingga militer, semuanya sudah dalam posisi lost control dimana aksi-aksi unjuk rasa berakhir dengan kekerasan dan huru hara, atau bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.

But hey, seperti yang bisa anda lihat kemarin, semua aksi unjuk rasa berakhir damai bukan? Dalam hal ini kita harus mengapresiasi tidak hanya para peserta aksi yang benar-benar komitmen untuk aksi damai, tapi juga seluruh petugas kepolisian dan militer yang mampu mencegah kemungkinan munculnya provokator untuk berbuat rusuh, dan para petugas-petugas lainnya yang melayani semua keperluan para peserta aksi dengan sangat baik. Nah, sekarang bayangkan jika kemarin aparat bertindak represif, atau Presiden dengan tegas menolak untuk menemui para peserta aksi: Kira-kira apa yang bakal terjadi???

Presiden bersama beberapa petinggi negara ketika hadir di Aksi Damai 2 Desember kemarin. Payungnya itu lhooo... Source: www.bbc.com
Jadi dalam hal ini, okay, kondisi politik dalam negeri sedang ‘terkoreksi’ dalam satu dua bulan terakhir, dan itu biar bagaimana akan berpengaruh terhadap IHSG, dan investor asing mungkin belum akan masuk lagi ke pasar selama masih terjadi aksi-aksi pengumpulan massa seperti kemarin. Namun selama Pemerintah masih mengetahui apa yang harus dilakukan, then we have nothing to worry. Actually, kalau dibandingkan dengan ketidak stabilan politik di beberapa negara tetangga, misalnya seperti krisis politik di Thailand di tahun 2013 – 2014 akibat ketidak puasan rakyat disana terhadap pemerintahan yang didominasi Keluarga Shinawatra (waktu itu banyak juga demonstran yang ditembak mati aparat), atau juga unjuk rasa besar di Malaysia pada tahun 2015 lalu yang menuntut Perdana Menteri Najib Razak untuk mundur karena diduga terlibat kasus korupsi, maka apa yang terjadi di Indonesia belakangan ini terbilang masih aman terkendali. Yep, entah kita menyadarinya atau tidak, namun secara politik, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling stabil di Kawasan Asia Tenggara. Bagi Pemerintah, tantangan-tantangan politik seperti yang terjadi belakangan ini tentunya akan terus datang silih berganti, tapi sebagai investor sekaligus bagian dari rakyat, penulis kira kita tetap bisa tetap berinvestasi dengan tenang dan rileks karena sekali lagi, semuanya masih aman terkendali.

Pertanyaannya sekarang, lalu kapan kita boleh belanja lagi? Dan apa saja pilihan sahamnya? Bagaimana dengan isu Fed Rate dll? Well, kita akan diskusi soal itu another time.

Buletin Analisis IHSG & Stockpick Saham edisi Desember 2016 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya disini, gratis konsultasi tanya jawab saham untuk member, langsung dengan penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar