Atta Halilintar saat
ditemui dalam acara jumpa pers YouTube Fanfest Live Show di kawasan Cikini, Jakarta
Pusat, Kamis (4/10/2018).
Youtuber Atta
Halilintar ( 20 November 1994) masuk dalam daftar 10 YouTuber terkaya di dunia.
Berdasarkan data
Purple Moon Promotional Product, Atta menduduki posisi nomor delapan dalam
daftar itu dengan penghasilan diperkirakan mencapai Rp 269 miliar per tahun.
Sementara estimasi penghasilannya perbulan adalah 1,3 juta poundsterling atau
setara Rp 22,4 miliar.
Selain dari Youtube, Atta meraup penghasilan dari dunia
akting dan musik serta memiliki toko online sendiri.
Tingginya penghasilan Atta
dari Youtube mengingatkan pada pernyataan pemerintah bahwa selebgram dan
Youtuber pun tak terlepas dari kewajiban membayar pajak.
Saat
ini, belum ada kebijakan khusus yang mengatur pajak untuk selebgram maupun
Youtuber.
Mereka membayar pajak mengikuti ketentuan pajak penghasilan (PPh)
yang dikenakan kepada pekerja seni.
Sebagaimana dikutip dari situs Direktorat
Jenderal Pajak, para influencer online terbagi menjadi dua kategori, yakni yang
menggunakan jasa agen atau manajemen artis, serta yang independen.
Bagi
Youtuber dan selebgram di bawah naungan agensi, dikenakan PPh pasal 23.
Sementara jika dia merintis sendiri, dikenakan PPh Pasal 21.
Bagaimana cara
menghitungnya?
Youtuber sekaligus pengusaha Atta Halilintar di Jakarta, Jumat
(2/2/2019)(Kompas.com/YOGA SUKMANA)
Atta merupakan Yotuber yang membangun
sendiri bisnisnya atau pekerja seni yang bukan pegawai, maka ia dikenakan pajak
PPh Pasal 21.
Untuk penghasilan tahunan di bawah Rp 4,8 miliar, dasar pengenaan
dan pemotongan PPh 21 (tarif norma) adalah 50 persen dari jumlah penghasilan
bruto.
Namun, karena penghasilan Atta lebih dari Rp 4,8 miliar pertahun, maka
ia diharuskan membuat pembukuan untuk menghitung penghasilan netto-nya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal
Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, tingginya penghasilan
Atta membuat penghitungan pajak Atta memang sedikit berbeda dengan pekerja seni
lainnya.
"Jadi, menghitungnya dengan mengurangi penghasilan
bruto dengan biaya yang berkaitan dengan usaha dia, seperti beli peralatan,
menggaji karyawan," ujar Hestu kepada Kompas.com, Kamis (22/8/2019).
Hasil dari pengurangan itulah penghasilan bersih Atta. Sebut saja, biaya operasional Atta sebagai Youtuber sekitar Rp 500 juta per bulan atau Rp 6 miliar per tahun.
Hasil dari pengurangan itulah penghasilan bersih Atta. Sebut saja, biaya operasional Atta sebagai Youtuber sekitar Rp 500 juta per bulan atau Rp 6 miliar per tahun.
Kemudian, untuk menghitung pajaknya, gunakan lapis tarif PPh disesuaikan dengan
besaran penghasilan.
Pengenaan tarif PPh bersifat progresif, artinya semakin
tinggi penghasilan yang diterima, maka akan dikenakan lapis tarif lebih tinggi.
Hal ini diatur dalam Undang-undang PPh Pasal 17 ayat 1.
Atta memiliki estimasi
penghasilan Rp 269 miliar pertahun, maka masuk dalam kategori penghasilan di
atas Rp 500 juta.
Lapis tarif pajak yang dikenakan hingga 30 persen. Dengan
catatan, Atta memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sementara jika Atta
sebagai wajib pajak yang tak memiliki NPWP, maka dikenai tarif 20 persen lebih
tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.
Kemudian, Atta statusnya masih melajang
sehingga belum ada tanggungan rumah tangga. Maka, Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) yang dikenakan dalam setahun adalah Rp 54 juta.
Cara menghitungnya
sebagai berikut:
(Penghasilan bruto pertahun) - (pengeluaran operasional) - (PTKP) = Penghasilan Kena Pajak.
(Penghasilan bruto pertahun) - (pengeluaran operasional) - (PTKP) = Penghasilan Kena Pajak.
Rp 269 miliar - Rp 6 miliar - Rp 54 juta = Rp
262,95 miliar
Jadi, penghasilan kena pajak Atta sebesar Rp 262,95 miliar.
Untuk
menghitung besaran pajaknya, maka dikalikan dengan tarif PPh 21.
Rp 50 juta x 5
persen = Rp 2.500.000
Rp 200 juta x 15 persen = Rp 30 juta
Rp 250 juta x 25
persen = Rp 62,5 juta
Rp 262,45 miliar x 30 persen = Rp 78,73 miliar
Total = Rp 78,828 miliar.
Total = Rp 78,828 miliar.
Jadi, perkiraan total pajak yang dibayarkan dari penghasilan
Atta menjadi Youtuber pertahunnya sebesar Rp 78,828 miliar.
Ditjen pajak pantau
selebgram dan Youtuber
Rossa memperlihatkan interior kamar mandinya yang modern
dan mewah kepada YouTuber Atta Halilintar.(YouTube/Atta Halilintar)
Ditjen
Pajak memastikan terus memantau aktivitas wajib pajak di media sosial.
Pemantauan itu mulai dari aktivitas mempromosikan produk di Instagram hingga konten video seperti di Youtube atau Vlog.
Saat ini, Ditjen Pajak tengah mengembangkan sistem teknologi yang dapat memantau aktivitas wajib pajak di media sosial.
Pemantauan itu mulai dari aktivitas mempromosikan produk di Instagram hingga konten video seperti di Youtube atau Vlog.
Saat ini, Ditjen Pajak tengah mengembangkan sistem teknologi yang dapat memantau aktivitas wajib pajak di media sosial.
Dengan demikian, dalam melakukan pemantauan aktivitas wajib pajak di media
sosial, Ditjen Pajak tidak perlu lagi melakukannya secara manual.
Saat ini,
Ditjen Pajak memiliki sebuah sistem bernama Social Network Analytics (SONETA)
yang bisa menganalisis penyandingan data baik untuk pajak penghasilan (PPh)
maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
Nantinya diharapkan bisa terintegrasi
dengan setiap media sosial.
Otoritas pajak pun memiliki DJP enterprise search untuk
menganalisis wajib pajak beserta entitas terkait seperti aset, anggota
keluarga, dan kepemilikan perusahaan.
Meski demikian, sistem tersebut saat ini
baru bisa digunakan di internal otoritas pajak.
Hal ini dilakukan untuk
menambah basis data dari para wajib pajak yang saat ini sudah
Penulis
: Ambaranie Nadia Kemala Movanita
Editor : Ana Shofiana Syatiri
Editor : Ana Shofiana Syatiri
Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar