Kita
membicarakan topic baru tentang ketahanan ekonomi. Ketahanan ekonomi bukan
“defence economic” atau security economic juga, tetapi ketahanan yang dimaksud
adalah resilience atau daya tahan ekonomi.
Iya kita
diskusi daya tahan ekonomi Indonesia. Yang kali ini, lebih luas sedikit.
Pokoknya kita tahu uang yang beredar di Indonesia masih sangat banyak, jadi
melakukan “domestic transaction” uang muter di Negara sendiri cukup membuat
roda ekonomi berputar dan menghidupi rakyat. Bisa outopilot, rakyat bisa buat uang sendiri.
Bener deh,
nggak perlu sang menteri mendapat gelar “menteri terbaik” di dunia kita repoti
dengan urusan UKM,
O iya itu
gelar kenapa Ernst & Young EY yang terbitin ya? Itu khan perusahaan auditor
deh sejauh yang saya tahu. Bukan lembaga yang pas untuk menilai good governance sebuah negara deh
kayaknya.
Seperti
perusahaan apa ya kita kasih contoh, Bakrie award misalnya, lalu memberikan si
bossman sontoloyo gelar pebisnis paling nyeleneh sedunia. Ya bagi saya penerima
mengucapkan terima kasih dan nggak usah dipropaganda sebagai keberhasilan
“Indonesia”.
Terus
kategori Menteri terbaik di dunia dari kacamata apa? EY khan perusahaan.
Atau ini akal
akalan EY agar jasanya dipakai terus Indonesia
begitu kali ya niatnya. Ngapunten, salah data mudah-mudahan saya kali ini.
Eh inget
Ernst & Young jadi inget skandal penipuan Enron.
EY yang
bermain memanipulasi data audit yang ternyata bodong, itu skandal dunia, itu
penipuan dan jangan-jangan pemberian gelar ini akal-akalan EY. Ya sekali lagi,
mudah-mudahan saya salah datanya.
EY nipu Enron
mah datanya nggak salah, itu jelas.
Oke kita
kembali ke resilience atau daya tahan ekonomi saat ini bagaimana performanya. Kita lihat fakta saja,
kita mulai dari target pertumbuhan ekonomi Indonesia. 4 tahun terkahir . Di set
target 7 % tidak tercapai, 2015 pertumbuhannya terendah dalam 6 tahun terakhir
hanya 4.79%. alias kali pertama pertumbuhan ekonomi Indonesia dibawah 5% jika
di banding dengan performa 6 tahun sebelumnya.
Angka 4.79%
jauh dibawah target 7% di awal pemerintahan, tetapi lidah bisa berkeliat ditambah
embel-embel “cari selamat” ekonomi global lesu maka ekonomi Indonesia lesu. Ok
deh..
Di 2016
tumbuh 5.02%. Prestasi kah? Ya jauh di bawah target 5.4 yang di tentukan
sendiri. bukan rakyat yang menentukan, pemerintah sendiri yang menentukan.
Kalau rakyat menentukan tumbuhnya ekonomi maunya di atas 10% per tahun.
Di tahun
2017 dan 2018 juga di sekitar 5.1% an.
Di bawah target lagi yang ditentukan pemerintah!!
Di awal tahun 2019 ini neraca perdagangan minus kita
menjadi Negara pengimport berbagai kebutuhan.
Kalau dipikir2
ini Negara memang nggak bisa “memproduksi” kebutuhan sendiri apa ya?
Kesimpulan
yang saya tangkap loh ya, pemerintah 5 tahun ini gagal memenuhi target
pertumbuhan yang “di set” oleh dirinya sendiri. lah kok bisa? Sulit ya mencapai
target yang dibuat sendiri. Ngeles apa lagi kali ini ya?
Growth 5%
khan bagus. Amerika hanya 3.3%.
5% dari GDP
per capita 3.800 adalah nilai nya 190 $. Sedangan 3.3% dari GDP per capita Amerika
yang 59.000 adalah 1.900 dolar tumbuhnya, alias setengah GDP per capita
Indonesia, ya gedean 3.3% lah!.
Jangan lihat
dari angka 5% di banding 3.3% tetapi dari nilai keseluruhan, kita naik 190
dolar Amerika naik 1900 dolar. Itu nilainya kita hanya 10% sepersepuluh
kenaikan GDP Amerika. Ya jauhhh.
Bagaimana
kalau kedepan kita bukan menarget naik berdasar presentasi, bagaimana kalau
kita sebut naik berdasar nilai sebenarnya. Berani kita sebut angka? Naik 1000
dolar per tahun tumbuh GDP per kapita?!!!#peace
Penulis : Mardigu Wowiek Prasantyo
Penulis : Mardigu Wowiek Prasantyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar