Saya tidur lima jam sehari. Kapan tidur saya menej sendiri. Yang jelas jam 1 pagi saya kerja. Membaca laporan keuangan. Membaca program investasi. Membaca progress report. Membaca buku atau jurnal ekonomi dan financial. Memberikan arahan kepada direksi lewat databased online. Saya bukan orang yang punya banyak teman untuk diajak ngobrol santai. Jadi setiap hari saya gunakan waktu 1 jam menulis. Umumnya pada waktu senggang dalam perjalanan atau sedang di cafe menanti teman.
Saya tidak makan seperti orang modern yang mahal. Saya pernah coba makan sehat selama 10 tahun. Ternyata saya kena penyakit pengurangan fungsi lever. Akhirnya saya sadar. Saya orang kampung. Data riset orang kampung penyakitnya sedikit. Jadi mengapa saya ikut standar orang modern yang penyakitan. Saya merokok, miras kadang kadang. Apa urusan saya kalau dibilang gaya hidup tidak terpelajar. Karena toh saya memang tidak terpelajar dan bukan orang baik banget.
Kalau saya memilih berpikir cara sederhana. Karena saya orang kampung. Data riset, orang kampung punya ruang hati yang luas tanpa disekat oleh status. Hati mereka lapang. Kalau dibilang saya kampungan karena tidak punya mobil mewah, dan rumah mewah. Saya juga tidak peduli. Menjadi orang bebas adalah kemewahan yang jarang dimiliki orang modern. Karena orang punya kemewahan harta belum tentu punya kemewahan hati.
Saya hidup di era 7 presiden. Hanya Presiden Soekarno saya tidak bertemu. Selainnya saya pernah duduk berdua secara personal. Tapi di rumah saya tidak ada photo besar saya bersama para presiden itu. Bahkan dengan Jokowi saya bertemu ada 6 kali, hanya sekali ada photonya. Itupun karena di upload oleh nitizen lewat sosmed. Saya orang kecil. Tahu diri saja. Siapalah saya. Saya tidak punya idola tokoh kecuali Ibu saya saja sebagai idola saya.
Di rekening saya punya uang tidak lebih 10 juta rupiah. Bukan termasuk segelintir orang punya rekening diatas Rp. 3 miliar di bank. Karena saya rakyat jelantah. Punya black card bukan karena saya ajukan aplikasi. Saya tahu diri. Siapalah saya. Tetapi karena diberi oleh bank begitu saja. Ya saya terima aja. Itupun jarang saya gunakan kecuali untuk hal yang mendesak saja.
Saya memilih meninggalkan jabatan CEO holding company. Ternyata menjadi orang biasa saja, itu nikmat terutama diusia menua. Saya bisa terus menjadi mentor kepada anak anak, teman , direksi tanpa ada bangga dan memaksakan kehendak. Saya lebih mengutamakan tut wuri handayani. Mendukung dari belakang saja dan mendoakan mereka. Harta yang tak lekang bagi saya adalah punya istri yang tetap mencintai saya diusia menua ini dan tetap sabar dengan kekurangan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar