Uang Mengalir pada tempat yang paling menguntungkan ( Profit is Queen, Cash Flow is King )
Jumat, 02 Desember 2022
Jejak BLBI dan Salim Group
by Erizeli Jeli Bandaro
Mereka bersahabat
Ia lahir di Fujian, Tiongkok pada 16 Juli 1916. Orang tuanya beri dia nama Liem Sioe Liong. Tahun 1939 atau usia 23 tahun dia merantau ke Indonesia untuk menyusul kakaknya Liem Ke Lok dan Zhen Xusheng yang sudah menetap di Kudus. Sampai di Kudus dia bekerja di pabrik Tahu dan kerupuk. Kehidupan sebagai buruh sangat sulit. Dia ingin mengubah nasip tapi tidak ada modal. Perkenalannya dangan gadis cantik lilani atau Lie Kim Nio. Putri juragan kaya. Itu sabagai titik awal pintu seksesnya dalam bisnis.
Hubungannya awalnya ditolak oleh orang tua lilani. Mereka kawatir dia akan membawa putri mereka ke Tiongkok. Tetapi Liem meyakinkan bahwa dia tidak akan kembali ke Tiongkok. Akhirnya hubungan direstui. Pernikahan terjadi. Setelah menikah Lim muda dapat bantuan modal dari mertuanya memulai usaha. Bukan hanya modal tetapi juga akses ke pengusaha china yang sudah sukses, sepert keluarga Oei Wie Gwan. Bisnis awalnya dagang minyak kacang dan menjadi pemasok cengkeh untuk perusahaan rokok di Kudus dan Semarang.
Sebagai pemula Liem bisa sukses besar berkat dukungan mertuanya. Namun hancur ketika tahun 1942 Jepang masuk. Pabrik rokok disita oleh Jepang. Liem kehilangan pasar. Tahun 1945 Lim pindah ke jakarta. Di jakarta Liem berkenalan dengan Sulardi. Sulardi merupakan sepupu dari Soeharto komandan militer divisi Diponegoro Jawa tengah. Dari sulardi inilah Liem berkenalan dengan Soeharto yang kemudian memberikan peluang bisnis pemasok logistik tentara. Usaha Liem berkembang lagi. Liem tetap berhubungan baik dengan Oei Wie Gwan. Akses Liem di militer khusus nya di Jawa tengah dimanfaatkan juga oleh Oei Wie Gwan. Sehingga usahanya bisa berkembang.
Pada tahun 1951 setelah bisnis merconnya runtuh, Oei membeli sebuah pabrik rokok kretek kecil di Kudus. Layaknya seorang bayi, merek rokok Djarum tidak langsung tersohor, banyak fase sulit yang dialami Oei Wie Gwan. Selama bertahun-tahun, pabrik ini merangkak terseok seok. Namun berkat Lim agak tertolong karena bisa memasok kebutuhan militer. Pada tahun 1963 pabrik jarum terbakar. Saat itu Oei sedang dirawat di RS. Ketika dapat kabar pabrik Djarum terbakar, tak lama Oei meninggal. Selanjutnya usaha diteruskan oleh kedua putranya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono.
Setelah Soeharto naik jadi presiden, dunia bisnis mulai menggeliat di Indonesia. Saat itulah Liem berada di puncak kejayaan. Gemilang bisnis Liem menjadi momentum bagi Michael Bambang Hartono dan adiknya mengepakan sayap selebar-lebarnya. Tahun 1998 krismon melanda Indonesia. Soeharto jatuh. Lim terlilit hutang BLBI. Dia harus menyerahkan BCA, aset dan uang tunai kepada pemerintah untuk membayar utangnya.
Kemudian melalui Farallon Capital Management LLC, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono membeli BCA dari pemerintah. Dan kini putra putri Lim diwakili antony Salim tetap masuk daftar orang terkaya di Indonesia sama hebatnya Hartono bersaudara putra dari Oei. Hubungan baik dan setia kawan kedua keluarga ini membuat mereka tangguh melewati tantangan waktu dan terus berlanjut saling menjaga. Sampai meninggal Lim tidak pernah poligami. Kesetiannya kepada Lilani terjaga sampai ajal menjemput.
Sejarah BCA berpindah ke keluarga Djarum.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 14.27 WIB hari ini, saham BBCA melonjak 3,19% ke Rp 30.750/saham. Ada rencana mau split dengan rasio 1:5. Walau harga saham turun tidak menurunkan nilai. Yang bertambah hanya jumlah saham yang beredar. Saya tidak akan membahas prospek saham BCA. Dalam kesempatan ini saya akan membahas sejarah saham BCA.
29 September 1998 Salim group harus bertanggung jawab atas utang sebesar Rp 32 triliun. Salim menyerahkan BCA kepada pemerintah. 92% saham BCA dikuasai oleh pemerintah. Hanya 1.76% tersisa untuk Salim. Sisanya pihak lain. Kemudian BPPN minta agar pemerintah suntik modal agar BCA sehat. Suntikan dana itu tentu menambah saham pemerintah di BCA. Jadi secara tidak langsung BCA sudah di BUMN kan. Tahun 2000 pemerintah mau divest saham BCA melalui IPO di bursa. Tetapi gagal dilaksanakan. Mengapa ? Engga yakin akan dapatkan uang Rp 3 triliun sesuai target APBN. 27 April 2000 BPPN resmi mengembalikan BCA dari BPPN ke BI. Karena sudah sehat.
19-23 Mei 2000 Saham BCA resmi didaftarkan di Bursa Efek Jakarta. Tapi gagal melantai. Apa pasal ? Pada 5 Oktober 2000 DPR dan pemerintah sepakat tunda pelepasan saham BCA. Selanjutnya 1 Maret 2001 DPR dan pemerintah sepakat melepas 40 persen saham pemerintah di BCA. Tapi tidak melalui bursa. Divestasi melalui tender biding kepada investor strategis. 6 Juni 2001 dari 15 investor yang ikut tender, yang lolos 6 investor. Tender Biding akhirnya dibatalkan. Karena syarat yang ditetapkan investor engga sesuai kebijakan pemerintah.
28 Agustus 2001 diadakan lagi tender biding divestasi. Pemerintah mengubah kebijakan penjualan saham, dari 30 persen menjadi 51 persen. DPR baru setuju dua minggu kemudian. 4 Oktober 2001 BPPN menunjuk PT Danareksa Sekuritas (Persero) dan Merrill Lynch Pte Ltd sebagai penasihat keuangan dalam proses tender penjualan saham tersebut. Dalam tender itu masuk qualifikasi disetujui ada 18 investor strategis dari 98 calon investor strategis yang diundang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Proses Tender lanjut pada 16 November 2001. 26 November 2001 BPPN memperpendek daftar calon investor menjadi hanya sembilan lembaga. Salah satunya konsorsium Farindo Investments Ltd dan Farallon Capital Management LLC, mewakili keluarga Hartono ( Djarum).
Proses tender itu memang rumit dan adu strategi. Mengapa ? BCA adalah bank sehat. Tidak ada NPL. Disisi piutang pada neraca ada obligasi rekap. Itu fixed income bagi BCA. Sementara prrose divestasi tidak lewat bursa, tentu tidak transfaran. Artinya memungkinkan ada exit strategi bagi pemerintah sebagai pemegang saham dan juga penjamin obligasi rekap BCA untuk melepas resiko Obligasi rekap itu kepada pembeli. Siapa yang bisa penuhi syarat itu, ya silahkan ambil BCA sesuai harga disepakati. Dari 9 calon investor tersisa hanya 2 yaitu Stanchart dan satu lagi konsorsium Farindo Investments Ltd dan Farallon Capital Management LLC Belakangan pemerintah coret Stanchart karena mensyaratkan management fee 22%.
Pada Januari 2001. Pemenang tender adalah konsorsium Farindo Investments Ltd dan Farallon Capital Management LLC. Menurut Laksamana ( meneg BUMN) dari penjualan 51% saham BCA pemerintah mendapatkan sekitar Rp.5,3 triliun. Farallon menyutujui harga BCA sebesar Rp. 1175 per saham. Ini sedikit lebih rendah dari harga yang ditawarkan Stanchart Rp. 1.800. Tapi prosesnya, dijual langsung 30 persen dan 21 persennya dijual exercise right. Waktu itu pemerintah meliat situasi. Kalau saham terus naik ya tahan. Eh di era SBY saham BCA milik pemerintah dicicil dilepas dan 30 September 2007, pemerintah sudah tidak lagi memiliki saham BCA. Sudah dikuasai 98% oleh Farallon Capital.
2008 Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Salim group. Tahun 2009 Farindo Investment menjual 3,99% saham BCA senilai Rp 3,38 triliun. Gede ya cuannya.. Kemudian terus dijual ke publik sampai 46,72%. Hitung aja berapa banyak cuannya. Sehingga menyisakan 51,15 persen saham BCA dipegang oleh konsorsium Farindo Investments Ltd dan Farallon Capital Management LLC, di bawah Grup Djarum. Sisanya, sebanyak 1,76 persen dimiliki Anthony Salim. Sekarang salam BCA Rp 30.000. Menempatkan keluarga Hartono terkaya nomor 1 di Indonesia. Padahal dulu tahun 2002 saham BCA belinya Rp 1.175.
Ekspansi Antony
PT Unggul Indah Cahaya Tbk. (UNIC) adalah produsen utama Alkylbenzene (AB), yaitu salah satu bahan baku utama deterjen. UNIC memproduksi dua jenis AB, yaitu Linear Alkylbenzene (LAB) dan Branched Alkylbenzene (BAB), dengan produk sampingan Heavy Alkylate (HA) dan Light Alkylate (LA). UNIC memiliki tiga unit pabrik AB yang semuanya berada dalam satu lokasi, dengan total kapasitas produksi sebesar 270.000 MT per tahun. Pendirinya adalah Harjo Sutanto dijuluki sebagai Crazy Rich paling sepuh di Indonesia. Dalam daftar Forbes 2019, Harjo Sutanto berada di peringkat ke-39 dengan kekayaan sebesar US$810 juta.
UNIC adalah produsen tunggal AB di Indonesia. Jadi hampir semua industri deterjen tergantung dengan dia. Cuannya gede banget. Disamping itu Wing Grup juga masuk ke bisnis pangan dan minuman, seperti Mie Sedaap Cup, Top White Coffee, Teh Javana , Power F, Bakmi Ayam Siap Saji, Kecap Sedaap dll. Wing juga menguasai distribusi produk dalam dan luar negeri. Singkatnya sejak Wings memproduksi Mie Sedap tahun 2003 memang Wing jadi saingan berat indofood yang dikomandani Antony Salim. Antoni puluhan tahun berbisnis di luar negeri paham bagaimana menguasai pesaing. Yaitu lewat akuisisi.
Melalui anak perusahaanya PT Salim Chemicals Corpora, Group salim menguasai saham UNIC sebesar 10,34 persen. Sedikit dibawah saham Wings group. 40 % lebih saham dikuasai publik. Belakangan oktober 2020 melalui PT Lautan Luas, connection strtegis Grup salim tingkatkan kepemilikan saham di UNIC jadi 4,9%. Jabatan Preskom ditunjuk Erwin Sudjono, yang tak lain adalah menantu dari Sarwo Edhi Wibowo atau kakak ipar dari Ani Yudhoyono. Sementara PT Indofood menguasai 90% pangsa pasar Mie. Namun tahun 2005 kena hukum KPPU soal persaingan tidak sehat. Sehingga pangsa pasar turun jadi 78%. Sisanya dikuasai wingsfood dan lainnya.
Jadi bagaimana Salim bisa comeback cepat dan mengontrol pesaingnya dan pada waktu bersamaan dia tidak terlibat secara legal membeli perusahaannya yang sudah diserahkan ke BPPN. Pembelian saham kembali dan akhirnya menjadi miliknya dilakukan melalui proxy internationalnya. Melalui Salim Chemical Corpora dan Megah Era Raharja dia jadi pengendali Group UNIC dan Group DNet ( Indoritel Makmur ). Melalui First Pacific (HK), dia jadi pengendali Nusantara Infrastruktur Group dan Indofood Group. Melalui Indolife, dia kuasai saham Group Bank Ina dan Group Bank Mega ( Mega Corpora). Melalui Gallant Venture dia kuasai saham Group Indomobil. Masing masing group tentu punya puluhan barisan anak perusahaan. Jadi kalau ditotal ada mungkin ratusan anak perusahaan.
Ambisi Salim yang belum terwujud adalah comeback ke BCA dan Indocement. Kalau liat data tahun lalu namanya tidak lagi ada dalam daftar pemegang saham BCA. Pada per kuartal II atau akhir Juni 2020, nama Anthoni Salim sudah tidak ada lagi sebagai pemilik saham BBCA. Ini bukan berarti Salim keluar. Bukan tidak mungkin cara dia untuk kembali kuasai mayoritas saham BCA melalui Indolife. Juga ambisi dia kembali kuasai saham Indocement (Kini sahamnya hanya 3 % saja).
****
Dalam satu kesempatan saya diskusi dengan taman. “ Pertanyaan sederhana adalah bagaimana Salim group bisa mendampatkan sumber dana untuk melakukan pengembangan usaha yang begitu cepat. Padahal tahun 1998 dia sudah praktis bangkrut atas kasus BLBI” Kata teman.
“ Mengapa kamu tanyakan itu.? Apakah kamu mencurigainya? Tahun 2008 Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah diselidiki selama tujuh bulan. Kasus tersebut adalah terkait penyerahan aset oleh pemegang saham di Bank Central Asia (BCA). Soedono Salim atau Liem Sie Liong dan anaknya yakni Anthony Salim,telah menyerahkan 108 aset perusahaan miliknya kepada BPPN. Hutang BCA sebesar Rp 52,7 triliun, kemudian dinyatakan lunas.”
“ Tapi Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),aset yang diserahkan oleh Salim Group tersebut nilainya hanya Rp 19 triliun dari total utang BLBI sebesar Rp. 52,7 Triliun.” Kata taman cepat dan tersenyum penuh arti.
“ Ya. Tapi Kejaksaan tetap tidak menemukan unsur korupsinya. Dalam MSAA, diatur kalau terjadi kerugian maupun keuntungan dari penjualan aset, adalah resiko yang harus ditanggung pemerintah “
“ Dari segi pidana memang sudah selesai. Tetapi perdata kan bisa saja dibuka lagi kasusnya. MSAA itu kalau dianggap merugikan negara, dan terbukti memang ada kejanggalan, menteri keuangan bisa saja gugat lagi. Anehnya menteri keuangan ketika itu, ibu SMI tidak melakukan gugatan perdata.”
“ Gimana mau gugat? Dia sendiri terpaksa mengundurkan diri jadi menteri keuangan karana kasus century. Akhirnya pindah ke World bank sebagai Managing Director” kata saya.
Teman itu tetap meliat kasus BLBI Salim penuh kejanggalan. Contoh kasus divestasi saham BCA. Ada keterlibatan eks pegawai BPPN dalam proses tender yaitu TL. TL mendirikan Farindo Investment -- perusahaan joint venture dengan Farallon Capital asal Amerika dengan grup Djarum-- yang bergerak di bidang private equity. Melalui Farindo, TL berhasil mengambil alih 51 persen saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dari BPPN melalui proses strategic private placement pada 2002 dengan harga Rp1.775 per saham atau senilai total Rp5,3 triliun seperti dikutip dari laporan pemegang saham BCA.
Awalnya Farallon menguasai 90,64 persen saham Farindo, sedangkan grup Djarum hanya 9,36 persen. Tetapi setelah 2006, atau setelah kejaksaan Agung menyatakan kasus BLBI group Salim clean. Djarum menguasai 92,18 persen saham Farindo. Praktis kepemilikan BCA mayoritas jatuh ke tangan grup Djarum. Pertanyaan sederhana darimana Farindo dapatkan uang ? Apakah dari Farallon Capital asal Amerika? Data dari Securities & Exchange Commission, Farallon Capital merupakan perusahan go-public dengan nomor 0000909661. Namun di dalam situs SEC dan di 20-F FCM bagian daftar subsidiaries tidak terdapat nama Farindo Investment maupun BCA sebagai anak perusahaan. Farindo investment adalah Special Vehicle Company alias perusahaan cangkang. Pemiliknya sebenarnya anonymous. Tapi kok boleh ikut lelang beli bank ?
Kemudian ada lagi pertanyaan. Lanjutnya. Bagaimana pajak Penjualan saham Farallon sebesar 90,64 saham BCA kepada Djarum sehingga Djarum menguasai 99,36 % saham BCA? Ya tidak ada. Farallon Capital management itu hanya perusahaan imaginer aja. Sebenarnya hanya ada Farindo Investment. Artinya penjualan saham itu hanya transksi internal di Farindo investment atau di SPV saja. “
“ Apa iya ? Kata saya mengerutkan kening.
“ Loh kalau memang transaksi itu clean. Kalau memang benar ada terjadi, ngapain Grup Djarum mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) dan membawa masuk aset dan dananya ke dalam negeri. Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengungkapkan, transaksi itu merupakan bagian dari repatriasi dana hasil program pengampunan pajak. Bentuknya adalah pemindahan sebagian saham BCA yang dimiliki investor melalui perusahaan asing ke perusahaannya di Indonesia. Dan itu TA itu dilakukan saat TL jadi Menteri” Kata teman. Saya terdiam.
Kemudian saya tanya “ siapa sebenarnya dibalik Farindo investment?
“ Ah kamu lebih paham lah. Apa motif orang melakukan akuisisi melalui SPV. Apalagi dalam program divestasi BCA itu ada kewajiban pemenang tender mengurangi kewajiban pemerintah terhadap obligasi rekap. Jelas ada confidential deal dalam Farindo investment. Jadi kalau boleh disimpulkan. Farindo itu adalah wadah atau konsep konspirasi antar pihak yang disebut dengan ghost. Nama yang muncul dipermukaan itu hanya proxy saja.” Kata teman tersenyum.
Saya terdiam…
" Coba kita hitung kerugian negara biar kamu bisa nilai sendiri" Lanjut teman " Total BLBI sebesar Rp 144,5 triliun. Obligasi rekapitalisasi perbankan sebesar Rp 430 triliun ke bank-bank. Total menjadi beban negara untuk menyehatkan perbankan adalah sekitar Rp 600 triliun. Beban pemerintah dalam membayar bunga obligasi rekapitulasi dari BLBI baru berakhir tahun 2030. Hingga akhir tahun 2012, pemerintah sudah mengeluarkan dana sekitar Rp 70-80 triliun per tahun hanya untuk membayar bunga obligasi rekap tersebut. Sementra Asset yang dulu disita sebagian sudah diambil alih lagi oleh obligor lewat lelang. Sampai sekarang moratorium obligasi rekap itu belum juga tuntas. Hanya sekedar wacana.
Sementara sampai sekarang menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan mencatat masih ada tagihan di atas Rp 100 triliun piutang BLBI. Catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). piutang BLBI sebesar Rp 91,7 triliun, dengan perincian aset kredit eks BPPN Rp 72,6 triliun, aset kredit eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Rp 8,9 triliun dan piutang eks Bank Dalam Likuidasi Rp 10,07 triliun.
Kita ingin melupakan masalalu. Tetapi mohon agar semua diselesaikan dengan adil, Kalau janji ya bayar. Syarat dalam komitmen ya penuhi. Harus transparance. Agar tidak ada dusta diantara kita. Itu semua bukan soal negara tetapi soal rakyat. Ingat loh, rasio GINI 40,1 % itu artinya 1% orang menguasai 40,1 % pendapatan nasional. Kalau komunitas 1% dapatkan kekayaan dengan cara benar, Oklah.Tetapi ini kan...entahlah.. Saya yakin kakek nenek kita dulu berjuang untuk kemerdekaan engga begini tujuannya.." katanya geleng geleng kepala.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar