By Teguh Hidayat
Semalam, rapat umum direktur eksekutif International Monetary Fund (IMF) memutuskan bahwa mata uang China, Yuan (disebut juga Renminbi), ditetapkan salah satuworld reserve currency, berlaku efektif mulai 1 Oktober 2016. Dalam perhitungan special drawing rights atau SDR, Yuan memiliki bobot 10.9%, atau lebih besar dibanding bobot Japanese Yen atau Britain Pound Sterling, tapi masih lebih lebih rendah dibanding bobot US Dollar dan Euro. Penjelasan mengenai apa itu SDR, bisa dibaca lagi disini.
Berikut adalah bobot baru perhitungan SDR, setelah masuknya Yuan.
Pertanyaannya, bagaimana dampak dari keputusan IMF ini terhadap perekonomian Indonesia (jika memang ada dampaknya), termasuk IHSG? Apakah ketika Senin kemarin IHSG jeblok 2.5%, itu ada hubungannya dengan hal ini?
Senin kemarin pada sesi pre-closing, asing tiba-tiba saja jualan hingga akhirnya IHSG ditutup di posisi 4,446, atau turun 2.5%, padahal sepanjang hari tersebut IHSG tampak cukup stabil di posisi 4,520. Penjual terbesar adalah sekuritas Merrill Lynch, yang melepas pegangan senilai sekitar Rp2.3 trilyun, tapi sebagian diantaranya diserap oleh investor asing juga (sehingga net sell asing untuk Senin kemarin hanya Rp1.5 trilyun).
Lalu kenapa Merrill jualan? Nobody knows, namun penjelasan yang masuk akal adalah bahwa mereka kemungkinan mengubah komposisi portofolio agar kembali sesuai dengan bobot-bobot saham Indonesia di indeks MSCI Indonesia Index (MSCI = Morgan Stanley Capital International). Sebelumnya pada 11 November lalu, saham HM Sampoerna (HMSP) masuk kedalam perhitungan indeks MSCI Indonesia Index dengan bobot 3.2% (jadi naik turunnya HMSP berpengaruh sebesar 3.2% terhadap pergerakan indeks MSCI), dan masuknya HMSP ini otomatis mengurangi bobot saham lain terhadap perhitungan MSCI, contohnya Bank Mandiri (BMRI), yang bobotnya terhadap indeks MSCI turun dari 7.4 menjadi 6.8%. However, beberapa saham seperti Astra International (ASII), bobotnya masih naik dari 10.8 menjadi 11.4%.
Dan MSCI Indonesia Index merupakan patokan yang paling banyak digunakan oleh investor internasional dalam menempatkan investasi mereka disini. Jadi ketika susunan saham-saham yang menjadi komponen indeks-nya berubah, maka praktis para fund manager asing juga akan mengubah komposisi portofolio mereka, dimana mereka banyak membeli HMSP atau menambah posisi pada ASII, dan sebaliknya, mengurangi posisi pada saham-saham yang bobotnya turun, atau menjual habis saham-saham yang tidak lagi masuk indeks MSCI. Dan itulah yang dilakukan Merrill Lynch kemarin dimana mereka menjual BMRI dll, hanya saja mereka melakukannya sekaligus dalam sehari sehingga IHSG jadi jeblok begitu.
Jadi kalau teori diatas benar, maka penurunan IHSG Senin kemarin gak ada hubungannya dengan hasil rapat IMF terkait Yuan. Namun demikian, apa yang dilakukan Merrill kemarin menjelaskan tentang apa yang kemungkinan akan terjadi setelah Yuan ditetapkan sebagai world currency, dan berikut penjelasannya:
Investor di seluruh dunia melihat mata uang yang menjadi komponen SDR dengan cara yang sama seperti mereka melihat saham-saham yang menjadi komponen MSCI Indonesia Index. Jadi dengan masuknya Yuan sebagai komponen baru yang turut menentukan nilai SDR, maka lembaga-lembaga keuangan di seluruh dunia akan mulai menyimpan aset mereka dalam mata uang Yuan, sama seperti Merrill Lynch (dan mungkin juga investor asing lainnya) yang mulai membeli saham HMSP setelah HMSP masuk indeks MSCI. Disisi lain para lembaga keuangan ini juga akan mengurangi pegangan aset dalam mata uang US Dollar, Euro, Yen, dan Pound, karena memang bobot keempat mata uang ini terhadap SDR turun. Alhasil, mulai hari ini dan seterusnya, kemungkinan nilai tukar Yuan terhadap USD akan merangkak naik, sementara nilai tukar Euro, Yen, Pound, dan USD sendiri terhadap mata-mata uang lainnya di seluruh dunia, akan turun. Dan memang, pada hari Selasa ini, USD melemah terhadap IDR (Rupiah), namun IDR sendiri melemah terhadap RMB (Renminbi).
Namun berbeda dengan perkiraan sebelumnya yang menyebutkan bahwa akan terjadi perpindahan aset besar-besaran dari aset dalam mata uang USD, menjadi aset dalam mata uang Yuan, maka sepertinya hal itu tidak akan terjadi karena bobot USD terhadap perhitungan SDR, seperti yang bisa anda lihat ditabel diatas, hanya turun sedikit dari 41.9 menjadi 41.7%. Yang bobotnya turun paling besar adalah Euro, dari 37.4% menjadi 30.9%, dan hal itu memang bisa dijelaskan mengingat dalam lima tahun terakhir (sejak IMF mengubah komposisi SDR di tahun 2010), perekonomian China masih maju cukup pesat, sementara ekonomi Eropa tidak lagi dominan seperti biasanya, malah dihantui oleh Krisis Yunani dll. Sementara Amerika? Masih strong sampai sekarang, dan ukuran PDB-nya masih yang terbesar di dunia termasuk lebih besar dibanding PDB zona Euro maupun China, jadi belum ada alasan bagi investor di seluruh dunia untuk mengkonversi aset mereka dari USD ke Yuan. Tapi bagi investor di Jepang dan Inggris, mereka mungkin akan mulai kurang pede dengan mata uang mereka sendiri (yang sekarang bobotnya lebih rendah dari Yuan), dan mungkin akan mulai mengumpulkan Yuan sambil tetap memegang US Dollar.
Okay, namun itu belum menjawab pertanyaannya: Kira-kira apa dampak masuknya Yuan ini sebagai world currency terhadap Indonesia? Well, karena bobot USD terhadap perhitungan SDR hanya turun sedikit, maka investor-investor asing yang menempatkan investasinya disini seharusnya gak akan kabur kalau alasannya cuma karena mereka harus mengkonversi Dollar mereka ke Yuan (sehingga mereka harus jual saham dulu), meski mungkin beberapa dari mereka tetap melakukannya. Tapi yang jelas dampaknya terhadap IHSG seharusnya akan minimal, kecuali jika terdapat banyak investor asing asal Uni Eropa, Inggris, atau Jepang yang juga turut berinvestasi disini. Sayangnya tidak ada data pasti soal investor dari negara apa saja yang ikut beli saham di Indonesia.
However, dari sisi ekonomi makro, Tiongkok selama ini merupakan mitra dagang terbesar di Indonesia, dimana sepanjang tahun 2014 lalu, Indonesia mengekspor barang-barang non migas senilai US$ 16.5 milyar ke Tiongkok, terbesar dibanding ekspor ke negara lain manapun, dan sebaliknya, mengimpor barang-barang non migas senilai US$ 30.4 milyar dari Tiongkok, juga terbesar dibanding impor dari negara lain manapun. Nah, dengan naiknya ‘status’ Yuan, maka itu akan mempermudah transaksi ekspor impor antara Tiongkok dengan Indonesia, dimana eksportir dari Indonesia tidak perlu lagi mengkonversi Rupiah ke USD (kemudian oleh importir dari Tiongkok dikonversi lagi ke Yuan), melainkan bisa langsung mengkonversinya ke Yuan, demikian sebaliknya.
Jadi kedepannya besar kemungkinan bahwa nilai ekspor impor antar kedua negara akan meningkat, dan itu bisa berarti dua hal yang saling berkebalikan: Jika Indonesia bisa mengekspor ke Tiongkok lebih banyak ketimbang menerima impor, maka perekonomian Indonesia akan diuntungkan. Tapi jika Indonesia justru kebanjiran impor, maka pertumbuhan ekonomi akan kembali tertekan (baca penjelasannya disini).
Dan sayangnya selama ini nilai impor Indonesia dari Tiongkok selalu lebih besar ketimbang nilai ekspornya, sehingga dengan naiknya status Yuan, maka kemungkinan Tiongkok-lah yang lebih diuntungkan ketimbang Indonesia. Namun disisi lain jika ekonomi Tiongkok mulai melaju kencang lagi karena mereka kini lebih mudah berbisnis dengan negara lain (karena mereka sekarang bisa beli barang diluar negeri pake Yuan, jadi gak perlu dituker ke Dollar dulu), maka kebutuhan mereka atas batubara dan CPO kemungkinan akan kembali meningkat, dan itu artinya kabar bagus bagi sektor tambang dan perkebunan di Indonesia yang pada tahun ini sudah mulai mati suri. Manapun yang terjadi, kita lihat nanti.
Pengumuman: Penulis menyelenggarakan acara ‘Market Outlook – Peluang Investasi di Tahun 2016’ di tiga kota yakni Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Untuk bergabung, keterangan selengkapnya klik disini. Untuk Jakarta, masih tersedia kursi untuk 5 peserta lagi.
Buletin Analisis IHSG & Stock-Pick bulanan edisi Desember 2015 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi portofolio bagi member.
|
Uang Mengalir pada tempat yang paling menguntungkan ( Profit is Queen, Cash Flow is King )
Rabu, 02 Desember 2015
Yuan Ditetapkan Sebagai World Currency, Next?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar